Di Makassar, penjual ikan dan penjual tahu menggambarkan suku. Penjual ikan dari Makassar. Anda sudah bisa tebak dari mana penjual tahu. Ya, dari Jawa.
Urusan ikan atau tahu, Makassar atau Jawa, melebar ke soal teriakan. Penjual tahu berteriak dengan sopan: tahu, tempe, ayam. Wuiiiihhh, halus sekali. Saking halusnya nyaris tak terdengar.
Sebaliknya dengan penjual ikan. Satu kompleks langsung bangun mana kala penjual ikan lewat. Bunyi motornya saja sudah beda. Cara gasnya, wow, jangan tanya: seperti pembalap yang siap-siap start. Sudah begitu pakai klakson pula. Maka pagi hari menjadi ramai. Ramai sekali.
Ada lagi bedanya. Penjual ikan berteriak "kaaaaaaaaaaa......" sekencang dan senyaring yang dia bisa. "Ka" maksudnya dia menjual ikan. Entah bagaimana ceritanya huruf demi huruf itu dipenggal-penggal.
Dia juga berteriak "sambalu" (artinya saudara). Karena cara teriaknya kencang sekali, seperti angin ribut, tetangga saya yang Jawa mengira "Sambalu" itu ajakan berantem.
Maka tetangga yang Jawa ini tidak pernah beli ikan lewat pagadeng di kompleks. Dia lebih senang ke pelelangan.
Takut, katanya. Ibu-ibu kan gemar sekali menawar. Urusan Rp 500 perak bisa panjang debartnya. Ya, kira-kira seramai debat di Pansus Bank Century.
Tetangga Jawa ini tidak cuma membeli ikan. Ia juga membeli cara menjualnya.
Banyak dari kita sekarang ini membeli seperti cara tetangga Jawa saya membeli. Membeli barangnya juga cara menjualnya. Satu paket.
Rumusan menjadi: harga=barang/jasa + cara menjual.
Kaaaaaaaaaaa..... Sambalu.
Sent from my BlackBerry®
powered by Sinyal Kuat INDOSAT
Ceritanya lucu sampai-sampai aku sempat tertawa sendiri di warnet membacanya.sukses yah untuk tribun timur.saya mau tanya, apakah ada tribun timur mobile?soalnya kalau saya buka pake opera mini 5 mobile, layarnya jadi putih semua...
ReplyDeletehttp://f4dLyfri3nds.blogspot.com
Versi mobile;
ReplyDeletem.tribun-timur.com
Begitu Sambalu...
Kaaaaaaaaa .......