Inilah memang dilema pendidikan gratis: murah atau mutu.
Headline Tribun Timur, Makassar, edisi Senin, 14 Juli 2008.
Senin, 14-07-2008
DPRD: Kejaksaan Harus Usut Pungli Siswa Baru
Biaya Masuk SMK Negeri Hingga Rp 2,5 Juta; Kejaksaan Siap Kumpulkan Bukti-bukti; Orangtua Murid Diminta Melapor
Makassar, Tribun - Wakil Ketua Komisi D DPRD Kota Makassar, Syamsu Niang, meminta pihak kejaksaan turun tangan mengusut dugaan pungutan liar (pungli) yang dilakukan sejumlah sekolah negeri di kota ini terhadap para orangtua siswa baru.
Syamsu mengungkapkan hal tersebut kepada Tribun, Minggu (13/7). Polisi Partai Demokrasi Kebangsaan (PDK) ini menanggapi banyaknya keluhan orangtua yang diminta membayar hingga jutaan rupiah.
"Kami (DPRD) sudah beberapa kali mengimbau dan bahkan mendesak dinas pendidikan dan kepala sekolah untuk tidak melakukan pungli. Tapi pemerintah belum juga berani bertindak. Ada apa ini? Makanya kejaksaan sudah harus turun memeriksa," kesal Syamsu. Menurutnya, pungutan dalam bentuk sumbangan pembangunan, iuran, sampai biaya lainnya, dalam proses penerimaan siswa baru (PSB) rentan pungli apalagi tanpa konsultasi dan persetujuan dari orangtua siswa baru.
Sejumlah SMA dan SMK negeri unggulan maupun reguler disebutkan mematok pembayaran uang buku dan seragam hingga jutaan rupiah. Di SMA 17, misalnya, orangtua diminta membayar sumbangan Rp 3 juta hingga Rp 4 juta.
Kepala Kejaksaan Negeri (Kajari) Makassar Isa Ansyari mengatakan siap menyelidiki kasus dugaan pungli yang disebut-sebut terjadi sejumlah sekolah pada tahun ajaran baru ini.
"Kalau ada informasi dan bukti-bukti yang kuat, segera laporkan ke kami. Kejaksaan bisa menyelidi kasus tersebut," katanya.
Sebelumnya Jaksa Agung Hendarman Supandji dan Kajati Sulsel Hamzah Tadja juga telah meminta aparat kejari mencermati dan menyelidiki proses penerimaan siswa baru.
Sejumlah SMA negeri di Makassar menetapkan biaya masuk senilai Rp 1 juta hingga mencapai Rp 4 juta per siswa pada saat pendaftaran ulang yang berakhir beberapa waktu lalu.
Sedangkan berdasarkan pantauan Tribun, hampir seluruh SMK negeri, menetapkan "tarif" berkisar Rp 1,5 juta sampai Rp 2,5 juta.
Syamsy yang juga Ketua Umum Forum Komunikasi Pengkajian Aspirasi Guru (FK-PAGI) Sulsel ini juga mendesak pihak sekolah untuk menghentikan praktik jual beli seragam, buku paket, sampai perlengkapan, karena sudah merusak citra pendidikan.
"Sekali lagi, sekolah adalah lembaga pendidikan bukan lembaga bisnis apalagi memanfaatkan momen penerimaan siswa baru untuk menyiksa masyarakat. Praktik ini harus segera dihentikan," tambahnya.
Saat disebutkan aparat inspektorat Pemkot Makassar sudah melakukan penyelidikan terkait dugaan pungli di sejumlah sekolah, Syamsu meragukan hasil pemeriksaan lembaga tersebut.
"Bukannya kita tidak percaya dengan inspektorat atau bawasda (badan pengawasan daerah) tapi hasil pemeriksaan mereka biasanya tidak maksimal. Makanya harus kejaksaan yang turun tangan untuk mengusut kasus pidananya," tambahnya.
Harus Lunas
Biaya jutaan rupiah yang harus dikeluarkan calon siswa baru di SMA negeri unggulan maupun nonunggulan disebutkan untuk membayar sejumlah item perlengkapan yang ditawarkan sekolah melalui koperasi seperti seragam, atribut, pakaian olahraga, sampai buku paket.
Praktik yang sama juga masih mewarnai pelaksanaan pendaftaran ulang di delapan SMK negeri yang tersebar di kota ini, kemarin.
Dijadwalkan proses pendaftaran ulang di sejumlah sekolah berakhir siang ini. Biaya Rp 1,5 juta sampai Rp 2,5 juta harus dirogoh orangtua calon siswa baru. Pembayaran sebesar itu dikeluarkan untuk melunasi sumbangan pembangunan, iuran komite untuk beberapa bulan, seragam, sampai bimbingan bahasa Inggris.
Di SMK Negeri 4 di Jl Bandang, misalnya, orangtua siswa baru di jurusan penjualan meski mengeluarkan duit hingga Rp 1,9 juta.
Dana senilai itu digunakan untuk membayar sumbangan pengadaan dan pembangunan, iuran komite untuk dua bulan, pakaian dan perlengkapan, bimbingan bahasa Inggris, asuransi selama tiga tahun, bimbingan rohani dan kesehatan, serta masa orientasi siswa (MOS).
Sedangkan di SMK 6 menetapkan "tarif" senilai Rp 1,835 juta-Rp 2 juta untuk pembayaran seragam, sumbangan, iuran komite, dan beberapa item lainnya.
Dalam draft pernyataan yang harus ditandatangani calon orangtua siswa tertera pilihan iuran komite senilai Rp 50 ribu, Rp 60 ribu, sampai Rp 70 ribu per bulan.
Orangtua siswa juga harus melunasi pembayaran iuran komite untuk beberapa bulan ke depan. Besaran ongkos masuk di SMK negeri juga bervariasi tergantung program keahlian yang akan diikuti calon siswa.
Sekolah
Selain berdalih penjualan seragam melalui koperasi, pihak sekolah juga mengaku besaran sumbangan pembangunan, bimbingan, asuransi, sampai iuran, merupakan prakarsa dan kesepakatan komite sekolah yang dibentuk dari perwakilan sejumlah orangtua siswa.
Praktek ini masih terus berulang setiap tahunnya dalam proses penerimaan siswa baru utamanya dibeberapa sekolah yang tergolong favorit.
"Besaran jumlah tersebut diputuskan komite yang kemudian diajukan ke sekolah. Untuk mengetahui kemampuan ekonomi calon siswa kan sudah melalui proses wawancara jadi juga diketahui apakah yang bersangkutan sanggup atau tidak," kata Wakil Kepala Bidang Ketenagaan SMK 4, M Saleh.
Keluhan Orangtua
Biaya masuk sekolah negeri yang cukup tinggi hampir menyamai biaya masuk di sejumlah sekolah swasta favorit tersebut sontak melahirkan tanda tanya, bahkan keluhan para orangtua siswa yang ditemui usai melalui proses wawancara dengan guru maupun komite sekolah.
"Sebagai orangtua jelas kami keberatan. Tapi mau bagaimana lagi? Apa benar seluruh biaya pendidikan sepenuhnya sudah ditanggung orangtua tanpa bantuan lagi dari pemerintah. Bukankah alokasi dana sudah besar, apalagi untuk share pembangunan sekolah," keluh wali calon siswa di SMK 4 bernama Abd Haris.
Kekecewaan serupa dikatakan salah satu orangtua calon siswa baru di SMK 1 yang harus mengeluarkan kocek hingga Rp 1,9 juta untuk membiayai anaknya masuk ke sekolah ini.
"SPP saja sampai 100 ribu per bulan. Itu saja sudah sangat tinggi. Bagaimana bagi orangtua kurang mampu kayak kami ini. Apakah tidak ada keringanan sama sekali," katanya yang enggan disebutkan namanya.
Suara sumbang terkait biaya masuk juga sempat mengemuka dalam rapat antara orangtua siswa baru, komite, dan Kepala SMK 5 di sekolah yang berlokasi di Jl Sunu, Makassar, kemarin sore.
MOS
Siswa yang dinyatakan lulus di SMP, SMA, dan SMK negeri, dijadwalkan mengikuti MOS yang digelar pengurus OSIS sekolah masing-masing.
Lama pelaksanaan MOS juga bervariasi antara dua sampai tiga hari untuk setiap sekolah. MOS juga menjadi salah satu komponen pembiayaan yang harus dikeluarkan calon siswa baru. Biaya tersebut belum termasuk pengeluaran untuk membeli perlengkapan orientasi seperti pita, sapu, kemoceng, serta berbagai pernak-pernik lainnya.
No comments:
Post a Comment