12 Maret 2003.
WNI ancang-ancang tinggalkan Baghdad
Sebanyak 46 Warga Negara Indonesia (WNI), termasuk masing-masing dua wartawan SCTV dan Metro TV serta dua orang Indonesia yang bekerja di tim inspeksi senjata PBB (UNMOVIC), mengambil ancang-ancang meninggalkan Baghdad. Sebanyak enam pejabat Pertamina yang bertugas di negeri penghasil minyak terbesar kedua di dunia itu akan meninggalkan Baghdad hari ini (12/3).
“Wartawan SCTV dan Metro TV akan pulang hari Jumat,” ungkap Duta Besar RI untuk Irak Dachlan Abdul Hamid dalam wawancara dengan wartawan PERSDA, Dahlan, Selasa (11/3). Sebanyak 25 mahasiswa, yang tadinya sudah dievakuasi ke Damaskus, Suriah, tapi kembali lagi ke Baghdad, kemungkinan akan segera meninggalkan negeri itu berkaitan dengan ancaman serangan militer sebelum atau setelah deadline perang tanggal 17 Maret.
Tadinya ada empat orang Indonesia yang bekerja sebagai staf administrasi UNMOVIC, lembaga PBB pimpinan diplomat Swedia Hans Blix yang begitu popular berkaitan dengan krisis Irak. Namun dua diantaranya sedang cuti. Yang tersisa sekarang dua orang, dan “keduanya berasal dari Garut seperti saya,” kata Dubes Abdul Hamid.
Inggris dan Spanyol, yang didukung AS, mematok deadline 17 Maret kepada Irak untuk melucuti seluruh senjata pemusnah massalnya atau menghadapi ancaman perang. Batas waktu itu diartikan sebagai sinyal terakhir persiapan perang.
Diantara 46 WNI terdapat sembilan orang staf Kedutaan Besar Republik Indonesia (KBRI), termasuk Dubes Abdul Hamid dan lima diplomat lainnya. Kendati WNI lainnya siap-siap pulang, Dubes menegaskan, “Kami (diplomat Indonesia) belum akan pulang. Irak adalah sahabat kita. Kita tidak akan meninggalkan kawan kita di saat dia sedang menghadapi kesulitan.”
“Dalam soal lain, kita biasanya menjadi imam. Tapi dalam soal evakuasi, sebagai sahabat, kita akan menjadi makmun saja,” tambahnya sambil tertawa. Posisi diplomatik seperti itu diambil Indonesia untuk menghormati Irak.
Sembilan negara, sebagian besar dari Eropa, telah mengosongkan kedutaannya sejak beberapa hari lalu. Staf tidak penting PBB juga telah diperintahkan meninggalkan Irak. Dubes akan memutuskan evakuasi segera setelah mengetahui para pejabat kunci PBB di Irak telah dievakuasi.
“Patokan kita adalah UNMOVIC dan pada duta besar Asean,” ujar Abdul Hamid tentang ancang-ancang evakuasi seluruh WNI dari Baghdad.
AS mengirim sinyal yang membingungkan ke seluruh dunia saat mengatakan, pasukan Bush bisa saja memutuskan serangan sebelum atau setelah deadline 17 Maret, dengan atau tanpa persetujuan PBB. Hal ini meningkatkan keresahan di Irak, bukan saja bagi warga asing tapi bagi rakyat Irak sendiri. Bahkan sempat tersiar desas desus bahwa AS akan mulai menyerang Selasa kemarin.
Sumber PERSDA di Press Office pemerintah Jordania di Hotel Intercontinental, Amman, mengungkapkan ada sekitar 700 wartawan asing yang saat ini bertugas di Baghdad dan masuk ke negeri itu melalui Jordania. Sebanyak 300 wartawan asing lainnya saat ini berpos di Amman sambil menunggu visa ke Irak. Sebagian besar wartawan diperkirakan akan segera angkat kaki dari Baghdad lewat jalan darat ke Amman begitu mengetahui serangan akan segera dimulai.
Dari markas human shields (perisai hidup) di Amman diperoleh informasi, pemerintah Saddam tidak lagi mengeluarkan visa untuk aktivis tameng hidup dari manca negara. Para aktivis yang nekat mengajukan visa turis, tapi harus menunggu berpekan-pekan, dan harus membayar biaya 500 dolar AS. Itu pun belum tentu bisa mendapatkan visa. Dalam prakteknya, pemerintah pusat di Baghdad mensortir satu demi satu pemohon diantara tumpukkan ribuan bahkan belasan ribu berkas permohonan visa.
Seorang wisatawan Jepang, Masasi, yang ditemui di markas human shields kemarin mengatakan terpaksa mengalihkan rute misi kemanusiaannya ke Damaskus setelah gagal mendapatkan visa turis ke Baghdad. “Saya ingin membantu pengungsi di sana,” kata pria berambut gondrong ala artis F4 itu, yang telah menghabiskan rute wisata darat dari Afrika Selatan ke Mesir di Afrika Utara sebelum “terdampar” di Amman.
No comments:
Post a Comment