1 Maret 2003
Orang-orang kaya Irak mengungsi ke luar negeri
Belum diketahui pasti kapan Amerika Serikat (AS) akan menyerang Irak. Namun, orang-orang kaya Irak memilih mengungsi lebih dulu memboyong seluruh keluarganya ke luar negeri.
Sebagian dari mereka memilih Amman, Jordania. Kota yang hanya 12 jam ditempuh dengan perjalanan dengan mobil dari Baghdad itu dipilih dengan harapan bisa kembali ke negaranya setelah perang.
“Tentu saja tidak ada yang ingin tinggal di Baghdad pada saat perang. Tapi Anda tahu, tidak semua orang Irak punya uang yang cukup untuk mengungsi ke luar negeri,” ungkap seorang wanita anak pengusaha yang ditemui di sebuah apartemen di Amman, Sabtu (1/3).
Gadis berusia 24 tahun itu mengaku bernama Nur tanpa mau menyebut nama keluarganya. Ia mahasiswa kedokteran tingkat akhir di Universitas Baghdad.
Tinggal di suit room apartemen bertarif 20 Jordanian Dinar (sekitar Rp 260.000 sehari), Nur mengungsi dengan ayah, ibu, dan dua adik laki-lakinya.
Keluarga ini mengungsi sebulan lalu dengan hanya membawa pakaian seperlunya dan meninggalkan seluruh harta benda mereka di Baghdad. Demikian dilaporkan wartawan PERSDA, Dahlan, dari Amman.
“Rasanya sedih meninggalkan seluruh harta benda dan kenangan di Baghdad. Tapi ibu saya trauma mendengar desingan peluru dan bunyi mesin perang,” ujar gadis berambut panjang, dengan hidung yang mancung, dan tanpa jilbab.
Keluarga ini, terutama Ibu Nur, trauma dengan gempuran AS secara membabi buta pada Perang Teluk tahun 1991.
“Sebagian besar orang kaya di Baghdad tentu saja mengungsi. Sebab mereka, seperti ayah saya, punya tabungan di luar negeri. Tapi rakyat biasa tidak bisa berbuat apa-apa kecuali tinggal di Baghdad,” ujar Nur yang mengaku tidak tertarik sama sekali dengan politik, tapi dia harus menerima risiko pergolakan di negerinya.
Nur menghabiskan waktu di Amman dengan bermain internet, sesuatu yang jarang di Baghdad, bermain dengan dua adiknya, atau sesekali ke supermarket membeli tomat, kentang, dan roti.
Selama mengungsi, Nur dan dua adiknya (satunya di SD, satunya lagi di SMP) harus meninggalkan sekolah. Mengapa tidak mengungsi ke Eropa agar bisa melanjutkan sekolah?
Sambil tersenyum, Nur yang ditemui sebuah cafĂ© internet saat mengirim email kepada teman-temannya di Bagdad berkata: “Semua orang mencintai negaranya. Saya ingin pulang dan melanjutkan sekolah di Baghdad. Saya ingin membantu wanita dan anak-anak Irak korban perang.”
Fathar Ahmad, pemilih Al Habaib, restoran Irak di kawasan Balad, mengaku akan mengungsikan seluruh keluarganya (istri dan empat anak) segera sebelum AS melancarkan serangan ke Irak.
“Tapi saya belum membawa mereka ke sini, karena saya belum tahu kapan perang,” ujar Fathar disela kesibukannya menerima 10 orang aktivis human shields (tameng hidup) dari AS, Spanyol, Argentina, dan Jepang. Para aktivis perdamaian yang akan berangkat ke Baghdad untuk melindungi wanita dan anak-anak Irak menyantap sate dan daging rebus di Al Habaib.
Nur menjelaskan, keluarganya mengungsi karena melihat ada dua bahaya di Irak. Yakni, pada saat perang dan pasca perang. Pada saat perang, ancaman datang dari mesin perang Amerika, katanya. Setelah perang, negara itu terancam perang saudara.
“Anda kan tahu, suku-suku di Irak akan berperang setelah Amerika pergi. Menurut saya, ini akan lebih berbahaya daripada serangan Amerika,” tuturnya, yang mengaku belum tahu kapan akan kembali ke Baghdad untuk melanjutkan sekolahnya.
LAINNYA
Berita-berita Terpopuler IndonesiaDigital Trending Now
Well done for this wonderful blog.
ReplyDelete