Ask the Tribun Timur Editor
Tadi malam (Sabtu, 16 Agustus 2008), Tribun Timur kedatangan tamu dari Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Indonesia, Eddy Suprapto. Sehari-hari Bung Eddy, mantan wartawan Kontan, bekerja sebagai Produser Eksekutif TPI.
Diskusi berlangsung seru. Tentang AJI, AJI Makassar, dan dunia pers secara umum. Semakin malam, peserta diskusi semakin banyak, sekitar delapan orang. Ruangan kerja saya sudah tidak lagi menampung. Kami pindah ke ruang rapat di lantai satu.
AJI memang sedang menghadapi masalah besar. Bagaimana organisasi wartawan ini merumuskan posisi dan perannya di tengah dunia pers dan masyarakat yang berubah.
Masyarakat pers sudah jauh berubah dibanding ketika AJI pertama kali lahir.
Beberapa di antara perubahan itu:
- Pers multimedia dan multiplatform
- Fenomena citizen reporter
- Maraknya blogger (wartawan maupun bukan wartawan)
- Kecenderungan makin kuatnya kepemilikan silang media massa cetak, elektronik, dan internet
- Masuknya modal asing dalam industri pers
- Muncul organisasi pers baru selain PWI dan AJI
- Pemerintah makin demokratis. Korupsi makin merajalela
- Satu lagi, munculnya generasi wartawan pasca-Orde Baru yang spirit perjuangannya seringkali sudah berbeda jauh dengan generasi sebelumnya.
Siapakah AJI, peran apa yang mesti dimainkan. Teman-teman pengurus AJI harus menemukan jawaban atas dua pertanyaan pokok tersebut atau punah. Atau tidak relevan lagi.
Apa hasil diskusinya Bung, terutama soal bagian tanggapan AJI soal maraknya blogger dan citizen journalist?salam
ReplyDeleteApa hasil diskusinya Bung, terutama soal bagian tanggapan AJI soal maraknya blogger dan citizen journalist?salam
ReplyDeleteItu topik, yang menurut saya, belum dibahas secara lebih spesifik.
Bagaimana menempatkan blogger sebagai pihak yang mencari, menulis, dan melaporkan berita? Apakah mereka jurnalis?
Pertanyaan serupa relevan diajukan untuk warga biasa yang menulis laporan jurnalistik. Apakah mereka jurnalis?
Bagus juga kalau ada diskusi yang serius mengenai topik ini.
Salam