Sunday, August 3, 2008

Tamu dari Hypermart dan Smart Shopping

Ask the Tribun Timur Editor

Akhir pekan ini (Jumat-Minggu, 1-3/8/08), Tribun Timur seperti biasa kedatangan sejumlah tamu penting.
Salah satunya, Pak Joosje dan Pak Gerry. Keduanya dari kantor pusat hypermart Jakarta.
Joosje Tatipata, begitulah nama lengkap Pak Joosje. Alumni jurusan ilmu politik yang menggeluti marketing ini menjabat Vice President Marketing and Promotion Matahari Food Bussines PT Matahari Putra Prima Tbk.
Soal Mas Gerry --nah, jangan kaget. Panggilannya sama sekali tak berhubungan dengan nama anak muda yang pernah bekerja di Kuala Lumpur ini. Namanya Yoelius Saputra, Advertising Manager PT Matahari Putra Prima.
Buat Pak Joosje, ini kunjungan keenam di Makassar. Tapi, katanya, "Rute saya dari bandara, hotel, kantor hypermart, lalu balik lagi ke bandara. Begitu terus."
Mas Gerry baru kali ini ke Makassar. So, ini pengalaman pertama menginjakkan kaki di kota terbesar di Indonesia timur.
hypermat mengelola sekitar 40 toko di Indonesia, dua di antaranya di Makassar (Mal Panakkukang dan Mall GTC). Pesaing terkuat mereka tentu saja Carrefour, yang memiliki satu outlet di Panakkukang Square.
Pak Joosje menyempatkan waktu berdiskusi dengan awak redaksi dan tim bisnis Tribun. Ide-idenya soal retail dan shopping lumayan mencerahkan. Tribun Timur memuat ulasannya secara bersambung mulai edisi Minggu, 3 Agustus 2008 ini.


Sumber: Tribun Timur, Makassar
Link: http://tribun-timur.com/view.php?id=90718

Minggu, 03-08-2008
Saatnya Belanja Tanpa Kantong Plastik

VICE President Marketing and Promotion Matahari Food Bussines PT Matahari Putra Prima Tbk, Joosje Tatipata, bersama Advertising Manager PT Matahari Putra Prima Yoelius Saputra berkunjung ke kantor harian Tribun Timur, Sabtu (2/8). Joosje menyempatkan diri berdiskusi dengan awak Tribun. Berikut ulasannya.

DI Jakarta saat ini produksi sampah mencapai kurang lebih 30 ribu meter kubik atau seluas tiga hektar dengan tumpukan tinggi satu meter.
Sampah yang dihasilkan dari aktivitas masyarakat Jakarta itu sebagian besar merupakan sampah nonorganik yang susah hancur atau terurai secara alami. Tentunya ini menjadi masalah besar.
Realitas itu saya kira tak akan lama lagi akan terjadi di Makassar. Disadari atau tidak, sampah nonorganik berasal dari kantong plastik belanjaan yang diperoleh dari pusat- pusat perbelanjaan.
Maka, kami kira sudah saatnya konsumen mulai memahami dan menyadari akan kondisi tersebut bahwa lama-lama sampah makin sulit dikendalikan.
Untuk mengendalikan produksi sampah itu, kita bisa kita melakukan dari hal terkecil dan biasa, misalnya dari aktivitas berbelanja (shopping).
Jika diperhatikan, pusat-pusat perbelanjaan saat ini sangat royal dengan penggunaan kantong plastik untuk kemasan barang. Konsumen atau ibu-ibu pun akan ngambek dan bilang toko tersebut kikir jika tidak diberi kantong khusus masing-masing untuk setiap item belanjaannya.
Padahal konsumen tidak sadar bahwa industri ritel atau manajemen pusat perbelanjaan mengeluarkan biaya yang tak sedikit khusus untuk menyediakan kantong plastik itu.
Untuk penyediaan kantong plastik belanjaan biayanya secara tak langsung dibebankan ke konsumen. Harga produk yang dijual di pasar modern itu ada sekian rupiah dipakai untuk menyediakan kantong plastik.
Seandainya konsumen tak "memaksa" pusat perbelanjaan untuk selalu menyediakan kantong plastik, lalu biaya berkurang, dan tentunya harga produk yang dibeli oleh konsumen akan bisa lebih murah lagi.
Selain itu tentunya, ancaman akan bahaya sampah plastik bisa semakin dikurangi. Bagaimana hal ini bisa dilakukan?
Tentunya antara lain dengan kembali ke kebiasaan para ibu-ibu dulu yang pergi ke pasar dengan membawa keranjang atau kantong sendiri dari rumah yang bisa selalu dipakai berulang setiap berbelanja.
Maka kita tidak perlu lagi membeli atau meminta kantongan plastik baru dari pusat perbelanjaan. Akan lebih baik kantong plastik atau keranjang itu kita pakai lagi dari pada dapat lagi.
***
Untuk mendukung gerakan lingkungan pengurangan sampah nonorganik itu, hypermart saat ini telah membuka tempat khusus penjualan produk-produk daur ulang trash fashion (Trashion).
Itu merupakan kerja sama dengan Unilever. Unilever memberikan pembinaan kepada kelompok ibu-ibu agar bisa memiliki keahlian mengolah sampak plastik menjadi produk-produk yang bisa digunakan lagi.
Produk itu dijual melalui hypermart. Tentunya harga produk-produk daur ulang itu masih mahal karena biaya yang dikeluarkan besar dan produksinya tidak massal.
Produk daur ulang yang bisa diperoleh di hypermart seperti tas laptop, dompet, hingga celemek.
Sementara ini baru enam gerai hypermart di Jakarta yang merealisasikan program kepedulian usah kecil dan menengah (UKM) dan lingkungan tersebut.
Sedangkan di kota-kota lain di Indonesia, termasuk Makassar, baru memasuki tahap sosialisasi. Semoga rencana tersebut juga bisa dinikmati warga Makassar dalamwaktu yang tidak terlalu lama.



No comments:

Post a Comment

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...