Thursday, July 10, 2008

Jurnalisme Narasi, Jurnalisme Sinetron

Konsep Jurnalistik

Jurnalisme Narasi, Jurnalisme Sinetron

(untuk redaktur surat kabar harian)

Oleh

Dahlan

Wakil Pemimpin Redaksi II

Tribun Timur

(Disampaikan di Batam, 13 Februari 2007, pada pendidikan/latihan calon redaktur untuk proyek koran Persda di Riau)

Konsep

  • Dikenal di AS dengan nama new journalism
  • Terus berkembang. Ada yang menyebutnya sebagai narrative reporting, passionate journalism, explorative journalism, narrative journalism, jurnalisme sastra
  • Ini tentang cara menulis, bukan cara mencari berita
  • Disebut jurnalisme baru karena berbeda dari “jurnalisme lama” dalam hal: detail pada adegan demi adegan (scene by scene construction) suatu peristiwa, reportase yang dipenuhi deskripsi, dialog, karaktekter tokoh
  • Mirip cerita novel atau cerpen, tapi ia bukan novel atau cerpen, karena ia dibangun berdasarkan rangkaian fakta, bukan fiksi (tokoh, plot cerita, setting peristiwa, waktu, dan seluruh unsur dari jurnalisme narasi adalah fakta, bukan karangan). Inilah perbedaan mendasar antara jurnalisme narasi dengan novel atau cerpen. Tapi dari segi penceritaan, novel atau cerpen sama saja dengan jurnalisme narasi. Karena itu, ada yang menyebut genre jurnalisme ini sebagai jurnalisme novel.
  • Panjang berita hasil jurnalisme narasi bisa setebal buku. Inilah yang lazim. Untuk surat kabar harian, gaya jurnalisme ini bisa diadopsi dalam berita hard news maupun feature atau human interest story (HIS)

Eksplorasi Unsur-unsur Berita

Pada jurnalisme biasa, unsur 5 W 1 H sangat dangkal. Jurnalisme narasi datang untuk mengeksplorasi unsur-unsur menarik dari 5 W 1 H.

Roy Peter Clark, seorang guru menulis dari Poynter Institute, Florida, seperti dikutip Andreas Harsono (ISAI), mengembangkan pedoman standar 5W 1H menjadi pendekatan baru yang naratif:

Who: karakter

What: plot atau alur cerita

Where: setting cerita, konteks cerita

When: Kronologis

Why: motivasi

How: narasi

Sebagai karya jurnalistik, jurnalisme narasi patuh pada etika jurnalistik dan unsur-unsur menarik suatu berita.

Ahli lain (Robert Vare) memberi tujuh pertimbangan bila Anda hendak menulis narasi.

Pertama: fakta. Jurnalisme membangun kata-kata berdasarkan fakta

Kedua: konflik. Berita menjadi menarik karena ada unsur konflik

Ketiga: karakter. Inilah salah satu yang khas dari jurnalisme narasi. Tokoh dalam berita dihadirkan tidak sekadar nama dan umurnya, tapi karakternya yang hidup, yang mendukung plot cerita dan membuat cerita menjadi menarik. Dekripsi mengenai who merupakan salah satu unsur penting dalam jurnalisme narasi

Keempat: akses. Akses ke karakter tokoh-tokoh yang ada dalam berita memudahkan kita membangun cerita yang menarik

Kelima: emosi. Emosi tokoh dalam cerita memberi warna pada cerita. Cinta, rindu, benci, kesetiaan politik, penghianatan

Keenam: perjalanan waktu. Andreas Harsono bagus sekali melukiskan ini: Snap shot. Klik. Klik. Klik. Laporan panjang (jurnalisme narasi) adalah sebuah film yang berputar. Video. Ranah waktu jadi penting. Ini juga yang membedakan narasi dari feature. Narasi macam video. Feature macam potret. Sekali jepret.

Bisa ditambahkan, jurnalisme narasi seperti film yang utuh. Feature atau HIS seringkali hanyalah sebuah fragmen dari suatu babak kehidupan, sebuah episode sinetron.

Ketujuh: unsur kebaruan. Seperti jurnalisme biasa, jurnalisme narasi juga harus mengandung unsur-unsur kebaruan, mengedepan aktualitas.

Narasi dalam Hard News

· Banyak wartawan kita ke lapangan untuk berburu wawancara dengan narasumber. Sepulang ke kantor, ia menulis berita “kantanya”, “katanya”. Tidak ada deskprisi suasana. Tidak ada plot cerita. Berita tersusun berdasarkan siapa yang bicara, bukan berdasarkan alur cerita. Sangat sulit dibedakan mana wawancara per telepon dan mana wawancara yang dilakukan di lapangan

· Jurnalisme narasi mendorong perlunya ada plot dalam berita: mula-mula bagaimana, lalu bagaimana, dan akhirnya bagaimana. Wawancara dengan banyak narasumber diperlukan bukan untuk memperbanyak kutipan, melainkan untuk membangun plot dihiasi banyak detail.

· Komentar atau penilaian atas fakta harusnya dipisahkan dari plot cerita. Biasanya, struktur berita hard news yang bersifat naratif sebagai berikut:

1. Highlights (unsur-unsur paling menarik dari suatu peristiwa. Idealnya dua atau tiga paragraf saja)

2. Plot cerita (awalnya)

3. Plot cerita (lalu)

4. Plot cerita (akhirnya)

5. Komentar (penilaian atas fakta. Bisa juga berupa kesaksian)

6. Next (kadang-kadang bagus juga disertai langkah penangangan selanjutnya, rencana, dan seterusnya)

Detail dalam Hard News

· Dengan jurnalisme narasi, kita membutuhkan detail. Detail what. Detail who. Detail when. Detail why. Detail where. Detail how.

· Detail-detail itu nanti akan memudahkan wartawan membangun plot cerita.

· Mengingat space yang sering tidak luas untuk laporan surat kabar harian, tentu saja tidak seluruh detail harus berjubel dalam satu berita. Detail yang relevan, yang memperkuat “duduk perkara” suatu peristiwa atau masalah, mendapat hak untuk diprioritaskan masuk dalam tubuh berita.

Narasi dalam HIS

· Saya lebih senang menyebutnya human interest story (HIS) dari pada feature. HIS bercerita tentang manusia. Feature bercerita tentang masalah.

· Narasi dalam HIS adalah detail picture dari suatu masalah yang besar (big picture). HIS membuat angka-angka lebih bermakna, lebih warna-warni. Kecelakaan lalu lintas, 30 orang tewas. Bila kita bisa memotret lebih detail tentang satu atau dua orang korban, lengkap dengan emosi (cinta, benci, rindu, kasih sayang, keluarga, kekasih), maka angka 30 itu menjadi tambah bermakna.

· Jurnalisme narasi mengharuskan kita mengeksplorasi siapa dia secara lebih mendalam. Bagaimana dia dalam konteks dan setting cerita. Bagaimana plot ceritanya.

· Tentu saja kita agak sulit memindahkan satu laporan jurnalisme narasi setebal novel 100 halaman ke dalam surat kabar harian. Maka, jurnalisme narasi sehari-sehari adalah jurnalis HIS. Jurnalisme sinetron, bukan jurnalisme film.

Lead dalam HIS

  • HIS bukan hard news. Bagi kebanyakan orang yang sibuk, pertama kali dia membaca hard news. Bila ada waktu, barulah dia membaca HIS
  • HIS segera kehilangan daya pikatnya bila tokoh-tokoh dalam HIS bukan orang terkenal

Demikian. Terima kasih. Semoga bermanfaat.

Makassar, 8 Februari 2007

3 comments:

  1. makalah anda soal jurnalisme narasi atau apalah namanya, kebanyakan mengutip tulisan andreas harsono. dia juga ngeblog di http://andreasharsono.blogspot.com

    nggak malu, neh?

    ReplyDelete
  2. jurukabar, terima kasih atas komentarnya. Juga info tambahan untuk pembaca kita mengenai alamat blog Andreas Harsono.

    Pembaca sebaiknya juga mengunjungi blog Andreas Harsono.

    Saya tidak ingin berpolemik.

    Ini salah satu bagian dalam tulisan ini:

    Roy Peter Clark, seorang guru menulis dari Poynter Institute, Florida, seperti dikutip Andreas Harsono (ISAI), mengembangkan pedoman standar 5W 1H menjadi pendekatan baru yang naratif: ...

    Tulisan Andreas Harsono, yang menyitir penjelasan Clark, pasti sangat membantu.

    Kalau tulisan saya bisa memberikan sedikit tambahan pengetahuan, apalagi memberi manfaat kepada orang lain sekecil apapun, itulah tujuan saya.

    Terima kasih.

    Salam

    ReplyDelete
  3. replica handbags which is commonly shortened to LV has been a French fashion house founded since 1854. The label designer bags is well known for its monogram and is featured on all their products, such as leather goods ready-to-wear shoes, watches, jeweler and many more. All of louis vuitton are sold through small boutiques in high-ended department stores. It's one of the leading international fashion houses in the world. The manufactures of louis vuitton handbags since 19th century are still making the luggage by hand.

    ReplyDelete

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...