Wednesday, February 10, 2010

Tribun Timur Bukan Koran

Ask the Tribun Timur Editor
JELANG 9 Februari 2004. Kami sibuk luar biasa. Tenaga layout dan grafis didatangkan dari berbagai penjuru, dari beberapa markas koran daerah Kompas Gramedia. Reporter sudah siap, redaktur sudah oke –setelah menjalani latihan enam bulan penuh.
Kami terharu, meneteskan air mata. Suasana di kantor redaksi begitu heroik. Muncul gairah (passion) yang besar. Saya ingat hari itu: Kami bekerja nyaris 24 jam sehari tapi tubuh ini tidak letih, jiwa ini begitu riang.


Reporter bersorak, kami bersorak. Layaknya pasukan yang baru pulang dari medan pertempuran, membawa kemenangan.
Enam bulan kami bicara tentang konsep berita, tentang foto, tentang desain: tapi kami tidak pernah melihat korannya. Tribun Timur akan seperti apa sih? Begitu kami bertanya. Begitu hari itu tiba, rasa penasaran, rasa haru, dan heroisme bercampur menghasilkan perasaan yang indah.
Suasana bertambah seru, diwarnai ketegangan, ketika jelang 9 Februari, koran yang kami nanti-natikan akan segera terbit. Kami terharu, bulu kuduk kami berdiri, tapi kami sedih: mesin cetaknya tidak ada. Persisnya, belum siap.
Mesin yang dikapalkan dari Hongkong sudah tiba, sudah diinstall, tapi belum rampung. Artinya, belum bisa mencetak koran.
Walhasil, Tribun Timur terbit perdana, 9 Februari 2004, dengan menyewa percetakan koran lain. Akhirnya, ketika koran ini hadir, sambutan begitu gegap gempita, sampai hari ini. Syukur, terima kasih.
***
KINI, enam tahun kemudian, saya merasa koran ini bukanlah koran. Persisnya, tidak hanya sebuah koran. Lebih dari sekadar koran.
Dengan koran, kita bercerita tentang kertas, tentang montase, tentang mesin percetakan. Dengan koran, kita melihat pembaca membawa koran.
Era itu sudah lewat. Tribun Timur hari ini akan tetap eksis kendati tanpa kertas, bahkan tanpa mesin cetak. Sekiranya Tribun Timur enam tahun lalu itu adalah Tribun Timur hari ini, maka kami tidak perlu cemas dengan tiadanya mesin percetakan. Kami bisa terbit online, tanpa kertas, tanpa mesin percetakan.
Faktanya, edisi online kami, tribun-timur.com, telah mampu membangun komunitas sendiri. Itulah yang kami namakan komunitas online.
Komunitas ini tidak terlihat membawa koran. Mereka melihat screen. Di sana ada halaman berbentuk koran, tapi bukan koran.
Dulu, Tribun Timur hanya punya pembaca edisi cetak. Katakanlah, komunitas pembaca Tribun Timur edisi cetak. Sekarang, ada komunitas online.
Tribun Timur hari ini adalah Tribun Timur dengan komunitas pembaca online maupun cetak.
***
PERKEMBANGAN teknologi informasi memungkinkan koran membangun konvergensi. Single newsroom menghasilkan produk dengan berbagai platform (multiplatform): cetak (print), online, mobile. Bahkan bisa dalam bentuk e-radio maupun e-TV.
Secara tradisional, newsroom (kantor redaksi surat kabar) memproduksi berita dalam bentuk text dan images (foto). Newsroom itu menghasilkan satu platform produk, yakni edisi cetak (print edition).
Era single newsroom untuk single platform sudah selesai. Itu era koran-koran lama, yang sebagian di antaranya sudah punah. Ini persis berakhirnya era mesin ketik.
Newsroom Tribun Timur saat ini menghasilkan produk multiplatform. Tribun Timur edisi cetak beredar setiap pagi, berbarengan dengan edisi epaper (electronic paper) di tribun-timur.com/epaper.
Selain dalam format epaper, edisi cetak masih juga dinikmati melalui tribun-timur.com dalam bentuk text maupun images. Print go mobile ini berakhir pada 2006 ketika tribun-timur.com dilengkapi dengan edisi real time.
Dengan itu, tribun-timur.com menggabungkan yesterday news ala edisi cetak dengan real time news yang menjadi kekuatan online edition.
***
EDISI online saja tidak cukup. Sama tidak cukupnya dengan hanya mengandalkan platform komputer desktop pada personal computer (PC) ataupun laptop.
Karena itulah, kami menciptakan platform mobile. Dengan itu, tribun-timur.com bisa dinikmati pengguna handphone. Edisi mobile bisa diakses di m.tribun-timur.com.
Untuk memudahkan pengguna handphone mengakses edisi mobile, kami menciptkan launcher (shortcut). Sementara, launcher ini untuk BlackBerry maupun handphone Nokia. Kami berharap bisa menciptakan launcher untuk seluruh merek handphone.
Tapi, sebenarnya, tanpa launcher itu pun, pengguna handphone tetap bisa mengakses m.tribun-timur.com, edisi mobile koran ini.
***
PLATFORM online dan mobile tersebut memungkinkan Tribun Timur menjangkau pembaca yang lebih luas. Edisi cetak memiliki pembacanya sendiri, demikian pula edisi epaper, edisi online, maupun edisi mobile.
Gabungan dari seluruh pembaca itulah kekuatan Tribun Timur hari ini. Pembaca Tribun Timur dulu adalah pembaca koran cetak saja. Sekarang merupakan gabungan pembaca cetak, online, epaper, dan mobile.
Dari sisi business process, single newsroom Tribun Timur dengan multiplatform seperti siklus. Dimulai dari Tribun Timur edisi cetak go online ke tribun-timur.com. Dengan aplikasi RSS feed, isi tribun-timur.com dilempar ke situs jejaringan sosial, twitter.com/tribuntimur.
Selanjutnya, postingan otomatis ke twitter dilempar lagi ke jaringan Facebook. Isi Facebook, berupa komentar maupun informasi dalam bentuk citizen reporter, kemudian dimuat lagi di Tribun Timur edisi cetak. Begitu seterusnya.
Itu menjelaskan mengapa komunitas Facebook Tribun Timur tumbuh dengan pesat. Dari hanya sekitar 2.000-an member/fans pada Januari lalu, sekarang sudah mencapai lebih dari 11 ribu orang atau lembaga.
Komunitas online ini juga merupakan kekuatan baru Tribun Timur, selain kekuatan yang bertumpu pada pembaca edisi cetak, online, maupun mobile.
***
KAMI selalu melihat pembaca Tribun Timur dengan cara istimewa. Mereka adalah subyek, bukan cuma obyek. Sebagai subyek, mereka tidak hanya mengonsumsi berita, melainkan bisa –seperti wartawan—menciptakan berita.
Itulah yang kita lihat pada rubrik Public Services. Di sini pembaca bertanya dan tugas kami adalah menjawab. Melalui citizen reporter, pembaca Tribun Timur pun bisa menciptakan dan mem-publish berita, sesuatu yang dulu hanya monopoli wartawan.
Dari sisi jurnalistik, pembacalah yang menentukan apa isi berita Tribun Timur edisi besok, bukan sebaliknya, seperti lazimnya pada surat kabar tradisional.
Pembaca ingin terlibat seperti di rubrik Public Services dan citizen reporter? Ya, itulah yang disebut orang marketing sebagai prosumer. Dengan itu, Tribun Timur bukan cuma hasil karya wartawan, melainkan juga hasil karya pembaca. Itulah co-creation.
Facebook mengubah cara kita berinteraksi, karena itu, respon kita pun juga harus berubah. Di Facebook, beda dari SMS, kita melihat semangat untuk tidak hanya memproduksi teks, tapi juga gambar diri. Ada teks, ada fotonya.
Lebih jauh, Facebookers tidak hanya berkeluh kesah tentang pelayanan publik (inti dari semangat rubrik Public Services), melainkan lebih jauh: gerakan politik maupun gerakan solidaritas seperti tampak sukses luar biasa dalam gerakan pengumpulan koin untuk Prita.
Terhadap Tribun Timur? Ini yang dahsyat. Facebookers membantu kami, misalnya, dalam wujud citizen reporter, tapi juga, sekaligus, mengeritik Tribun (kadang-kadang) tanpa ampun.
Pertanyaannya adalah apakah kita lawan kritikan itu dan kita punah ataukah kita respon dengan positif untuk melahirkan inovasi. Kami memilih jalan kedua: jalan inovasi.
Karena itulah, pada ulang tahun yang keenam ini, kami merumuskan jalan baru: Tribun Timur, lebih interaktif, lebih akrab.***





No comments:

Post a Comment

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...