Mie khas Aceh masuk Makassar. Berjalan di ruko di kawasan bisnis Panakkukang Mas, mie aceh Bang Jali ini sudah beradaptasi dengan rasa Makassar.
Pertama, kuahnya tidak sekental mie Aceh Rajali di Banda Aceh.
Dibanding mie aceh di Medan, kuah mie Makassar masih kalah kental lagi.
Kedua, takaran kuahnya. Di Aceh, kuahnya tidak sampai "banjir". Kuah mie Bang Jali sangat banyak. Satu piring nyaris penuh.
Ketiga, mie aceh Bang Jali hampir sama saja dengan "mie jakarta" buatan warung-warung mie Tionghoa yang menjamur di Makassar. Bedanya, kuah mie aceh sudah hitam, tak perlu tambahan kecap.
Isinya pun sama: seafood (udang dan cumi). Cuma saja, mie Bang Jali tanpa kepiting bakau seperti layaknya mie aceh di Banda Aceh.
"Mie jakarta" ala warga Tionghoa juga penuh udang dan cumi. Pilihan lainnya ayam, menu yang tidak disajikan mie aceh.
Nah, soal harga. Satu porsi besar mie campur udang dan cumi Rp 19 ribu. Porsi biasa tanpa daging atau cumi dan kepiting Rp 12 ribu --cukup mahal untuk rata-rata harga semangkok mie di Makassar.
Cara beradaptasi ala Bang Jali sering dilakukan pengelola warung khas daerah bila masuk Makassar, kota kuliner yang terkenal dengan coto makassar, konro, pallumara, dan pallubasa.
Warung padang, misalnya. Dari sedikit warung padang di Makassar, yang bisa bertahan rata-rata sudah beradaptasi (tidak terlalu pedis, selalu panas, porsi banyak).
Dahlan Dahi
dahlandahi.blogspot.com
tribun-timur.com
tribun-medan.com
tribunnews.com
No comments:
Post a Comment