Monday, September 22, 2008

Mengapa Orang Kaya Melakukan Amal

Ask the Tribun Timur Editor
Inspirasi dari buku kubik leadership
Mengapa Orang Kaya Melakukan Amal

WE can not do a great things. We can do a small things with great love.
- BUNDA TERESA

Bill Gates membuang miliaran dolar kekayaannya untuk tujuan kemanusiaan. Ia menghabiskan sebagian waktunya yang berharga untuk mengurus amal dan pelan-pelan meninggalkan Microsoft, mesin uang tanpa batas.
Mengapa orang terkaya dunia itu melakukannya? Bukankah dengan menumpuk harta akan jauh lebih baik baginya?


Ah, Bill kan sudah kaya raya. Apalah artinya miliaran dolar untuk gudang uang bos Microsoft itu?
Tapi, lihatlah ke sekeliling kita. Sangat banyak yang bukan orang kaya, tapi memilih hidup untuk membantu orang lain.
Saya bertanya-tanya dalam hati, mengapa seorang pemuda sehat jasmani dan cerdas memilih membuang-buang waktunya untuk mengurus anak-anak yatim piatu.
Seorang pengelola panti di Jl Daeng Tata, pinggiran Makassar, menceritakan, suatu waktu, seorang nenek berkunjung ke pantinya, menyerahkan seorang bayi. Pengelola panti itu merawatnya dengan penuh kasih sayang. Mengapa? Apa yang dia cari?
Dr Muhammad Yunus, seperti halnya pengelola panti asuhan, tidak memiliki gudang uang seperti Bill Gates.
Tapi Yunus bisa membantu jutaan orang miskin di Thailand, dan menginspirasi dunia mengenai cara membantu orang miskin, dengan keahliannya di bidang ekonomi.
Saya membaca tulisan istri Dr Sjahrir, menjelaskan mengapa almarhum suaminya terlibat dalam aktivitas sosial. Untuk pilihannya itu, Dr Sjahrir harus ikhlas meninggalkan apa yang disebut sebagai comfort zone.
Dengan ilmu, harta, dan kemashurannya, Dr Sjahrir bisa leluasa membesarkan dan mendidik anak-anaknya, mengajar, dan hidup nyaman. Mengapa ia meninggalkan comfort zone?
Pertanyaan-pertanyaan itu diajukan untuk menjawab satu substansi pertanyaan: Mengapa manusia tidak hanya mencari dan menumpuk harta.

***
Ke dalam teori Maslow, kita mengenal kebutuhan manusia. Makan, berpakaian, punya rumah, dan satu lagi: butuh pengakuan.
Tapi saya kira, keinginan menolong sesama manusia –-seperti ditujukan oleh Bill Gates, seorang pengelola panti asuhan, Dr Muhammad Yunus, Dr Sjahrir— tidak bisa dijelaskan dari sekadar kebutuhan untuk mendapatkan pengakuan, apalagi hanya sekadar kebutuhan untuk mencari makan.
Stephen Covey menambahkan satu kebutuhan manusia, to leave a legacy. Menurut kamus, legacy adalah “warisan, harta pusaka/peninggalan. to come into a l. mewarisi.”
Saya kira, warisan di sana tidak cuma harta, tapi sesuatu yang lebih besar. Dia bisa berupa sesuatu yang bersifat ke luar diri kita, ke luar keluarga kita, sesuatu yang bermanfaat buat orang lain dan lingkungan kita.
Bill Gates, Dr Muhammad Yunus, Dr Sjahrir, dan pengelola panti asuhan memenuhi kebutuhannya to leave a legacy dengan memberikan sesuatu buat sesama manusia. Tapi Al Gore memberikan sesuatu dengan kampanye antipemanasan global.
Dr Muhammad Yunus memperoleh Nobel, demikian pula Al Gore. Nobel memberikan penghargaan untuk individu yang “meninggalkan warisan” yang bermakna untuk sesama manusia atau lingkungan.
***
Masalahnya lalu, bagaimana kalau kita tidak punya harta, kita tidak punya ilmu.
Bunda Teresa memberikan cintanya. Katanya, we can not do a great things. We can do a small things with great love.
Kita tidak dapat melakukan sesuatu yang luar biasa, kata Bunda Teresa, tapi kita bisa melakukan sesuatu yang kecil dengan cinta yang besar.
Para ulama, para ustad, pada pastor, para pendeta, dan para tokoh agama menghabiskan waktu mereka untuk menebar cinta dan kasih sayang kepada umat manusia dan lingkungan. Itulah warisan mereka yang terbesar, itulah legacy mereka.
Mereka itu membagikan apa yang mereka punya, apa yang Tuhan karuniakan kepada mereka, kepada umat manusia dan lingkungannya dengan penuh ketulusan. Mereka tidak sedang mengincar jabatan presiden atau jabatan gubernur. Mereka tidak sedang macaleg (menjadi caleg).
***
Buku Kubik Leadership memperkenalkan konsep manusia sukses dan manusia mulia. Manusia sukses memiliki harta yang banyak, sedangkan manusia mulia memiliki amal yang banyak.
Pergulatan hidup manusia, siang maupun malam, pada dasarnya untuk mengejar empat hal: harta, tahta, kata, dan cinta –-menurut Kubik Leadership.
Bila Anda mencapai satu atau empat pencapaian itu sekaligus, tanpa memberikan makna kepada manusia dan lingkungannya, itu berarti Anda hanya berhenti pada level “manusia sukses”.
Agar bisa mencapai tingkatan tertinggi, manusia mulia, maka berikanlah apapun yang Anda punya, betapapun sedikit, kepada umat manusia dan lingkungan.
Orang kaya menjadi manusia mulia dengan mendermakan hartanya.
Mereka yang memiliki tahta, kekuasaan, menjadi manusia mulia, menjadi negarawan, dengan menggunakan power untuk kemuliaan manusia dan lingkungan.
Guru-guru, para dosen, dan tokoh agama menjadi manusia mulia dengan menyebarkan kata-kata yang bertuah, ilmu pengetahuan.
Tokoh-tokoh agama dan tokoh kemanusiaan menjadi manusia mulia bukan karena mereka kaya, memiliki kekuasaan, tapi karena mereka menyebarkan cinta dan kasih sayang.
Dunia akan terasa begitu indah, dan surga akan penuh sesak, manakala dunia dipenuhi manusia mulia.
Pada kenyataannya, karena manusia mulia adalah pencapaian, karena manusia mulia adalah level usaha yang tinggi, maka secara alamiah, selalu hanya akan ada sedikit manusia di tingkatan tersebut.
***
Buku Kubik Leadership tidak hanya menjelaskan konsep “manusia sukses” dan “manusia mulia”, melainkan juga cara mencapainya.
Dengan memahami caranya, siapapun sebenarnya berpotensi menjadi manusia sukses dan manusia mulia. Yang berbeda adalah levelnya, cakupannya, dampaknya.
Buku setebal 377 halaman ini tidak hanya sarat dengan penjelasan filosifis tapi juga kaya dengan tuntunan praktis.
Diterbitkan pertama kali tahun 2005, Kubik Leadership karya Farid Poniman, Indrawan Nugroho, dan Jamil Azzaini telah dicetak ulang tiga kali. Edisi revisi diluncurkan PT Gramedia Pustaka Utama pada Juli 2008.
Buku ini menata cara berpikir, dan karena itu, cara bertindak. Dia memberi inspirasi untuk meningkatkan kualitas hidup.***

Judul: Kubik Leadership
Pengarang: Farid Poniman, Indrawan Nugroho, Jamil Azzaini
Tebal: 377 Halaman
Penerbit: PT Gramedia Pustaka Utama
Tahun: 2008


No comments:

Post a Comment

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...