Monday, August 3, 2009

Kenaikan Gaji PNS, Pajak Anda, dan Korupsi

Ask the Tribun Timur Editor
SENANG dan sedih mendengar rencana kenaikan gaji PNS, TNI/Polri, dan pensiunan seperti diungkapkan pada pidato presiden tentang pengantar RAPBN tahun 2009 dalam Sidang Paripurna DPR RI, Jakarta, Senin (3/8).

Senang karena saudara-saudara PNS, TNI, dan Polri serta pensiunan akan menikmati kenaikan gaji --ketika sebagian karyawan perusahaan swasta ngos-ngosan menikmati gaji yang pas-pasan.
Sedih karena kenaikan gaji bertubi-tubi sejak tahun 2004 itu tidak segera diikuti peningkatan kinerja dan pelayanan seperti yang dijanjikan.
Sedih karena korupsi masih merajalela. Sedih karena korupsi itu merupakan sebagian dari pajak yang dibayar karyawan perusahaan swasta, yang hidupnya (sebagian) justru kembang- kempis.
Sebagai gambaran, berikut angka-angkanya. Belanja pegawai dalam RAPBN 2009 mencapai Rp 161,7 triliun. Atau naik 21 % dari perkiraan realisasinya tahun 2009.
Presiden mengatakan, tujuan kenaikan anggaran belanja pegawai untuk memperbaiki kinerja birokrasi dan peningkatan kualitas pelayanan publik.
Anggaran itu juga dialokasikan untuk kenaikan gaji PNS, prajurit TNI/Polri, dan pensiunan sebesar rata-rata lima persen. Dari sana pulalah pemerintah mengambil alokasi untuk gaji ke-13.
Uang makan/lauk pauk bagi TNI/Polri akan naik dari Rp 35 ribu/hari menjadi Rp 40 ribu/hari. Uang makan naik dari Rp 15 ribu menjadi Rp 20 ribu/hari.
Pada 2004-2009, pendapatan PNS golongan terendah naik 2,5 kali lipat,dari Rp 674.000/bulan menjadi Rp 1.721.000
Penghasilan minimal golongan terendah guru sebesar Rp 2 juta. Alokasi tambahan tunjangan kependidikan bagi guru Rp 7,9 triliun.
Pada 2010, pemerintah akan memberikan remunerasi kepada pegawai kementerian/lembaga yang telah dan sedang melakukan reformasi birokrasi.
Belanja pegawai itu, antara lain, akan diambil dari aneka penerimaan negara dari sektor pajak yang diharapkan mencapai Rp 729,2 triliun.
Ada beberapa asumsi ekonomi lain di balik kenaikan anggaran belanja pegawai. Misalnya, defisit anggaran 1,6 % dari PDB, tingkat inflasi 5 %, dan rata-rata suku bunga SBI tiga bulan 6,5 persen.
Sejauh yang kita ikuti, asumsi-asumsi itu bisa tidak tercapai. Seringkali memang begitu. Tapi, yang sudah pasti, janji pemerintah untuk menaikkan gaji PNS, Polri/TNI, dan pensiunan pastilah terealisir.

Populisme
Menaikkan gaji PNS, Polri, TNI, dan pensiunan pastilah merupakan tindakan yang mulia. Sekitar empat juta PNS akan menikmatinya. Ditambah satu istri atau suami, jumlah penikmatnya menjadi delapan juta.
Tambah lagi dengan asumsi dua anak, maka jumlahnya membengkak menjadi 16 juta orang.
Untuk pemilu, jumlah 16 juta bukanlah jumlah yang sedikit. Itu kira-kira sama dengan hampir separuh pemilih di Jawa Timur atau lebih dua kali lipat jumlah penduduk seluruh Sulawesi Selatan. Kurang lebih sama dengan jumlah penduduk satu Pulau Sulawesi.
Siapa yang ingin terpilih dalam pertarungan politik di pentas nasional, perhatikanlah PNS, Polri, TNI, dan pensiunan. Itu rumusnya.
Masalahnya, politik sinterklas itu tidak selalu identik dengan peningkatan kualitas birokrasi. Sejauh yang kita amati, pungli dan korupsi di birokrasi, bahkan di lembaga para politisi yang berkampanye memberantas korupsi (DPRD, DPR RI), bukannya hilang, malah makin menjadi-jadi.
Populisme seringkali bagus. Rakyat senang, politisi juga senang. Cuma saja, tidak semua hal yang menyenangkan selalu bagus untuk jangka panjang.
Dalam kampanye pilkada di Makassar, seorang calon coba meraih simpati dengan mengatakan tidak akan menggusur petepete (angkutan kota). Ini merupakan kampanye untuk melawan incumbent yang ingin mengatasi kemacetan lalulintas dengan mempromosikan busway.
Calon yang satu mencoba populis untuk menarik pemilik petepete, sopir, dan keluarganya. Jumlahnya sekitar 40 ribu sampai 50 ribu orang. Jumlah yang menggiurkan.
Calon incumbent tidak populis, tapi visioner. Bahaya sekali kalau populisme mengalahkan visi. Untung incumbent itu menang dan Makassar berhak menikmati masa depan sebagai salah satu kota terbesar di Indonesia.

Uang Pajak
Sebagai pembayar pajak, karyawan berhak cemburu pada rekan- rekannya yang PNS. Bila Anda karyawan, coba cek berapa banyak gaji Anda dipotong, sadar atau tidak sadar, untuk membayar pajak maupun retribusi.
Begitu Anda menerima slip gaji, di sana sudah terselip potongan PPN 10 persen. Katakanlah Anda mencairkan gaji itu di ATM. Di sana sudah menunggu juru parkir (resmi ataupun liar).
Anda lalu berangkat ke mal, bermaksud belanja. Sebelum masuk, gerbang parkir sudah menunggu. Bayar lagi. Saat Anda masuk mal, Anda kebelet pipis. Pergi ke kamar kecil dan bayarlah retribusi.
Keranjang belanjaan sudah penuh. Antre di kasir, bayar, dan Anda akan menemukan 10 persen dari total nilai belanja Anda sudah dipotong untuk pajak.
Di perusahaan Anda, sebagian penghasilan harus dipotong sebelum bagian keuangan menemukan laba bersih. Laba bersih diperoleh hanya setelah dipotong pajak.
Anda punya NPWP, kan? Bila ya, saya rasakan petugas pajak itu memang kejam. Pembuat UU-nya kejam. Bayangkan, tugas petugas pajak dibebankan ke Anda (menghitung pajak Anda), tapi bila Anda lalai, kitalah yang kena dendanya. Luar biasa negara ini diatur sehingga hanya benar-benar meringankan mereka yang menjadi pemerintah.
Di perusahaan tempat kita bekerja, gaji hanya akan naik bila kinerja perusahaan memang bagus. Kalau banyak korupsi, sehingga keuangan perusahaan hancur, bukannya kenaikan gaji yang Anda terima, melainkan surat PHK.
Pemerintah? Kalaulah pemerintah bobrok, pegawainya bekerja sepanjang waktu membaca koran, bermain domino, dan mempersulit urusan Anda (kadang-kadang juga melakukan pungli) --pusing amat. Toh gaji akan naik juga.
Salam hormat kepada PNS, kepada polisi, kepada tentara, kepada pensiun, yang bekerja dengan penuh dedikasi untuk rakyat. Tulisan ini juga merupakan bagian dari apresiasi untuk Anda.
Selamatlah kepada PNS, TNI, Polri, dan pensiunan. Nikmatilah kenaikan gaji itu. Jangan korupsi, jangan pungli. Mengabdilah kepada rakyat.





1 comment:

  1. Gaji PNS dkk, pajak atau palak, pemerintah atau peminta', memang multidimensional problem yang berakar pada 'jumlah uang' dan kengganan untuk jadi yang 'termiskin'...

    ReplyDelete

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...