Dahlan Dahi
TRIBUNNEWS.COM - Di hampir seluruh negara di dunia,
tak terkecuali Indonesia, merek-merek pemain internet internasional
seperti Google dan Facebook selalu menjadi website paling tinggi
peringkatnya menurut Alexa.
Di Indonesia, misalnya, Facebook nomor satu, Google nomor dua. Website lokal tertinggi peringkatnya hanya ada di urutan nomor delapan.
Pengecuali terbaik adalah China. Di negeri Tirai Bambu ini, website nomor satu adalah Baidu.com --mesin pencari ala Google. Di China Google kalah telak, hanya diperingkat nomor enam. Lima besar website terpopuler adalah "made in China".
Beda cara suatu negara menghadapi internet beda pula hasilnya. Iran dan China adalah tipikal dua negara yang secara politik tegas berkata "tidak" kepada Amerika Serikat dan Barat.
Penolakan terhadap "kapitalis dan kafir" itu melahirkan semangat untuk membuat dan mengonsumsi produk sendiri, buatan sendiri.
China --salah satu negara dengan pengguna internet terbesar di dunia-- membutuhkan mesin pencari tapi mereka tidak memakai Google malainkan Baidu.
Iran juga butuh video sharing tapi mereka tidak mengonsumsi YouTube (juga produk Google). Negeri para Mullah membuat Mehr, website yang mirip YouTube (penasaran dengan Mehr, silakan klik di sini).
Mehr dibuat dan dikendalikan oleh IRIB, badan resmi penyiaran Iran.
Iran memang belum "sehebat" China dalam membuat produk-produk internet yang bisa menandingi dunia Barat.
Menurut situs pemeringkat Alexa.com, Google masih nomor satu di sana (kendati di-blokir) serta Yahoo! di peringkat kedua.
Iran membuat situs Aparat.com, situas yang menyediakan layanan jejaring sosial ala Facebook. Aparat namun belum sepopuler Facebook.
Selain menutup akses Google dan Gmail selama beberapa waktu, Iran juga menutup akses produk Google lainnya, YouTube. Teheran marah karena YouTube menyiarkan film yang dianggap menghina Nabi Muhammad SAW, The Innocence of Muslims (liputan khususnya di sini).
Twitter, situs jejaring sosial populer lainnya juga sering diblokir, namun Iran belum menyediakan opsi untuk ini.
Iran sedang menyediakan konten (isi) internet alternatif karena menganggap konten yang berseliweran di dunia maya dianggap tidak Islami.
Bagaimana dengan Indonesia?
Berita Lain
Di Indonesia, misalnya, Facebook nomor satu, Google nomor dua. Website lokal tertinggi peringkatnya hanya ada di urutan nomor delapan.
Pengecuali terbaik adalah China. Di negeri Tirai Bambu ini, website nomor satu adalah Baidu.com --mesin pencari ala Google. Di China Google kalah telak, hanya diperingkat nomor enam. Lima besar website terpopuler adalah "made in China".
Beda cara suatu negara menghadapi internet beda pula hasilnya. Iran dan China adalah tipikal dua negara yang secara politik tegas berkata "tidak" kepada Amerika Serikat dan Barat.
Penolakan terhadap "kapitalis dan kafir" itu melahirkan semangat untuk membuat dan mengonsumsi produk sendiri, buatan sendiri.
China --salah satu negara dengan pengguna internet terbesar di dunia-- membutuhkan mesin pencari tapi mereka tidak memakai Google malainkan Baidu.
Iran juga butuh video sharing tapi mereka tidak mengonsumsi YouTube (juga produk Google). Negeri para Mullah membuat Mehr, website yang mirip YouTube (penasaran dengan Mehr, silakan klik di sini).
Mehr dibuat dan dikendalikan oleh IRIB, badan resmi penyiaran Iran.
Iran memang belum "sehebat" China dalam membuat produk-produk internet yang bisa menandingi dunia Barat.
Menurut situs pemeringkat Alexa.com, Google masih nomor satu di sana (kendati di-blokir) serta Yahoo! di peringkat kedua.
Iran membuat situs Aparat.com, situas yang menyediakan layanan jejaring sosial ala Facebook. Aparat namun belum sepopuler Facebook.
Selain menutup akses Google dan Gmail selama beberapa waktu, Iran juga menutup akses produk Google lainnya, YouTube. Teheran marah karena YouTube menyiarkan film yang dianggap menghina Nabi Muhammad SAW, The Innocence of Muslims (liputan khususnya di sini).
Twitter, situs jejaring sosial populer lainnya juga sering diblokir, namun Iran belum menyediakan opsi untuk ini.
Iran sedang menyediakan konten (isi) internet alternatif karena menganggap konten yang berseliweran di dunia maya dianggap tidak Islami.
Bagaimana dengan Indonesia?
Berita Lain
No comments:
Post a Comment