"SAYA selalu mencari sisi terburuk bila menanganai suatu proyek. Dengan melihat sudut terburuk, Anda akan mempersiapkan skenario terburuk."
Itulah prinsip yang saya dengar dari seorang kawan, kira-kira jabatannya selevel CEO hampir 20 perusahaan.
Perusahaan-perusahan itu dia dirikan dengan konsep produk yang baru --dan sukses. Ia masuk kriteria saya tentang pemimpin, yakni make things happen, menciptakan dari tidak ada menjadi ada.
Dia mengeritik saya ketika selalu melihat persoalan dari sudut optimistis. Saya selalu demikian agar tetap semangat dan bergairah mengatasi persoalan.
Beliau ada benarnya juga.
Kemampuan manusia melihat terbatas. Kadang hanya bisa melihat satu sisi sambil tidak bisa melihat sisi yang lainnya.
Terlalu optimistis membuat kita hanya melihat skenario terbaik --dan bila hal yang buruk terjadi kita lupa menyiapkan antisipasinya.
Banyak produk dibuat dari hasil "berpikir sisi terburuk". Pelampung di kapal laut, masker oksigen di pesawat terbang, ban cadangan di mobil, payung di rumah, alat pemadam di kantor, parasut di jet tempur.
Okelah. Kemudian saya mengerti: Rasa optimistik harus dipelihara untuk memupuk semangat, bukan untuk menyiapkan skenario terburuk.
Skenario terburuk hanya lahir dari ruang pesimistis.
Lihat Juga:
No comments:
Post a Comment