Tuesday, October 15, 2013

Idul Adha: Membayangkan Keluarga dan Anak yang Saleh

Selamat Hari Raya Idul Adha.


Beruntung hari ini saya menemukan ustad pembaca khotbah yang mengesankan. Saya lupa namanya, kecuali gelarnya, seorang LC, sarjana agama dari Kairo, Mesir.

Biasalah lulusan Mesir: hafal banyak ayat, bahasa Arab lancar. Yang berbeda dari ustad ini adalah logikanya yang kuat. Dia membawa agama menjadi paham yang logis, doktrin yang masuk akal.

Sedikit sekali ustad itu mengutip ayat, kecuali yang benar-benar relevan, dan memperkuat alur logikanya.

Idul Adha, bagi dia, adalah momen untuk mengenang seorang ayah yang selalu mendoakan anaknya menjadi anak saleh, anak yang bertaqwa.

Ayah itu adalah Nabi Ibrahim, yang doanya tentang anak saleh tertuang dalam Al Quran.

Allah mengabulkan doanya, memberinya seorang anak. Si Anak suatu waktu, atas perintah Allah, harus disembelih.

Semua ayah mencintai anaknya, apalagi Nabi Ibrahim yang sangat peduli pada anak, yang selalu mendoakan anaknya.

Ketika perintah Allah itu datang, Nabi Ibrahim tidak protes, tidak pula bersedih. Ia dengan ikhlas mengorbankan anaknya. Dia ikhlas menyembelih anaknya.

Si Anak, Nabi Ismail, pun ikhlas. Tidak ada yang lebih indah selain menjalankan perintah Sang Pencipta, Allah SWT.

Itulah pesannya: Ayah yang selalu mendoakan anaknya, Ismail yang saleh, keikhlasan, ketulusan, dan ketaatan pada perintah Allah.

Dari Nabi Ibrahim, lalu Nabi Ismail, lahirlah keturunan yang kelak mengilhami dan menjadi panutan: Nabi Muhammad SAW.

Ayah yang saleh, anak yang ikhlas, dan Nabi Muhammad. Suatu garis yang sangat jelas.

Sosok ayah menjadi penting sebagai pemimpin keluarga, unit terkecil dalam masyarakat. Bila masyarakat diisi oleh para ayah yang saleh, maka akan lahir keluarga yang saleh, anak yang saleh  --dan pada akhirnya masyarakat yang saleh.

Indahnya Idul Adha.





No comments:

Post a Comment

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...