Tuesday, December 9, 2008

2040, Terakhir Kalinya Umat Manusia Membaca Koran

Ask the Tribun Timur Editor
Saya kutip utuh lead berita tribun-timur.com yang diposting hari Selasa, 09-12-2008 | 14:55:40:

"Era media cetak di zaman digital ini suram. Banyak ramalan menyebutkan, media cetak akan musnah dan menjadi sejarah. Philip Meyer, penulis buku 'The Vanishing Newspaper', meramalkan koran terakhir terbit pada April 2040."

Suram benar nasib surat kabar. Di Eropa dan AS, surat kabar sempoyongan dihantam krisis finansial global. Sirkulasi turun, demikian pula iklan. Masa depan diramalkan milik internet. Masa depan surat kabar digambarkan gelap dan suram.

Di sana, pengelola surat kabar menjawabnya: 1. Menghentikan edisi cetak seperti The Independent di Inggris dan konsentrasi ke edisi online. 2. Melakukan pemangkasan terhadap beberapa job yang dianggap tidak penting (reaksi di Inggris dan AS). 3. Melakukan transisi dari fokus ke print menjadi fokus ke online (untuk surat kabar cetak yang masih leluasa bernafas).

Bagaimana dengan Indonesia? Sama juga, dengan tambahan satu pukulan lagi: harga kertas koran naik gila-gilaan. April lalu, harga kertas masih Rp 4.000-an per kilo, sekarang di atas Rp 10 ribu per kilo. Sudah begitu, bayar dulu, kertas dikirim belakangan.

Hanya saja, kondisi di AS dan Inggris tidak separah di Asia, termasuk di Indonesia. Di Jepang, surat kabar masih menikmati oplag di atas tiga juta kopi per hari atau yang tertinggi di dunia.

Cina dan India juga sedang menikmati surat kabar yang tumbuh. Di Indonesia, untuk beberapa penerbitan, juga masih bagus.

Awal November lalu, saya mengikuti rapat kerja pimpinan Persda (divisi koran daerah Kompas Gramedia). Saya, yang diutus menghadiri IFRA Expo dan Focus Session di Amsterdam, Belanda, diberi waktu memberikan presentasi. Kurang lebih, masa depan eranya internet. Dari internet, newsroom bisa menghasilkan satu content untuk banyak platform.

Surat kabar cetak? Saya benar-benar menemukan semangat yang berbeda dengan suasana di IFRA. Di Amsterdam, semua berbicara tentang masa suram surat kabar cetak. Tapi di Rapim Persda, saya mendengarkan laporan 12 pimpinan perusahan koran daerah Persda, dan semua melaporkan pertumbuhan dari sisi iklan maupun sirkulasi. Laba bersih juga naik. Karena itulah, dengan penuh percaya diri, pimpinan Persda memasang target "naik" untuk seluruh koran tahun 2009.

Dengan semangat yang sama, Persda yang sukses dengan bendera "Tribun" (Tribun Kaltim, Tribun Timur, Tribun Batam, Tribun Pekanbaru, Tribun Pontianak, dan menyusul Tribun Manado akhir tahun ini atau awal tahun depan) menargetkan untuk terus membangun koran-koran baru: Sesuatu yang paling intensif dan paling agresif sepanjang sejarah Persda.

Saya membaca laporan AC Nielsen terakhir. Di sana saya melihat ada banyak kelompok surat kabar yang was-was karena sirkulasi maupun iklannya anjlok (persis seperti di AS dan Eropa).

Buat saya, Carles Darwin sangat penting. Dia bilang, bukan yang kuat yang bisa bertahan melainkan yang bisa menyesuaikan diri.

Itu berlaku bukan hanya untuk surat kabar, tapi juga untuk lembaga manapun, bisnis, sosial, militer, maupun pemerintah. Tengoklah General Motor. Perusahaan otomotif terbesar di dunia, penjualan lebih 2 juta unit mobil, karyawan hampir 300 ribu orang. Dulu masih terbesar, sekarang pun terbesar, tapi beberapa hari lalu buang handuk dan meminta bantuan pemerintah AS.



Sumber: tribun-timur.com

Selasa, 09-12-2008 | 14:55:40
2040, Terakhir Kalinya Umat Manusia Membaca Koran
Laporan: Kompas.com/Heru Margianto

Jakarta, Tribun - Era media cetak di zaman digital ini suram. Banyak ramalan menyebutkan, media cetak akan musnah dan menjadi sejarah. Philip Meyer, penulis buku "The Vanishing Newspaper", meramalkan koran terakhir terbit pada April 2040.

Demikian diungkapkan wartawan senior Harian Kompas, Ninok Leksono, dalam diskusi terbatas "Konvergensi Media: Peluang dan Tantangan New Media di Indonesia" di Jakarta, Selasa (9/12).

Ninok mengungkapkan, bayang-bayang suram media cetak ini ditunjukkan oleh kondisi real trend konsumsi masyarakat atas media cetak. Ia mengutip penelitian AC Nielsen yang menyebutkan oplah media cetak turun sementara konsumsi media digital justru naik.

"Oplah koran turun 4 persen, majalah 24 persen, tabloid 12 persen. Sementara, penonton televisi naik 2 persen dan pengakses internet naik 17 persen," jelas dia.

Selanjutnya, dari sisi karakteristiknya, media cetak dinilai sudah tidak dapat lagi memenuhi kebutuhan masyarakat yang serba cepat. Distribusi media cetak terkendala faktor geografi, sementara internet meruntuhkan batas-batas tradisional itu.

"Media cetak juga dinilai lamban. Periodesasi koran 24 jam tidak pas lagi dengan dinamika zaman. Sekarang masyarakat membutuhkan continous deadline," terang Ninok.

Selain itu, ia menambahkan, tatanan masyarakat ke depan akan sangat diwarnai oleh generasi baru yang disebutnya generasi digital. "Generasi digital adalah mereka yang lahir setelah tahun 80. Bisa dibilang sejak lahir mereka sudah bersentuhan dengan teknologi. Mereka lebih senang main internet dan nonton tv daripada baca koran," ujarnya.(*)


Tribun Timur, Selalu yang Pertama

Ada peristiwa menarik?
SMS www.tribun-timur.com di 081.625.2233
email: tribuntimurcom@yahoo.com

Hotline SMS untuk berlangganan koran Tribun
Timur, Makassar (edisi cetak) : 081.625.2266.
Telepon: 0411 (8115555) (jid)




No comments:

Post a Comment

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...