Ask the Tribun Timur Editor
Artikel ini juga dimuat di tribun-timur.com dan Tribun Timur edisi cetak.
Buka Puasa di Nabawi
ORANG Mekkah lebih keras, orang Madinah lebih lembut. Demikianlah konon watak dua kota itu. Sewaktu memulai menyiarkan agama Nabi Muhammad SAW diusir orang orang Mekkah, tapi disambut Salawat Badr oleh orang orang Madinah.
Nabi lahir di Mekkah tapi makam dan rumah (terletak di dalam Masjid Nabawi) serta masjid pertamanya (Masjid Quba) berada di Madinah. Di Madinah pula, persisnya di Masjid Qiblatin, Nabi Muhammad mendapat perintah untuk berkiblat ke Kakbah di Mekkah, bukan ke Masjidil Aqsa (Baitul Magdis) di Palestina.
Dalam soal buka puasa, orang Madinah lebih keras, bahkan lebih agresif. Sedangkan orang Mekkah lebih kalem, lebih pasif.
***
SEKITAR dua jam sebelum bukan puasa, Masjidil Haram maupun Masjid Nabawi sibuknya bukan main. Bukan cuma ramai oleh orang orang yang membawa sajadah, melainkan pula oleh mereka yang membawa penganan buka puasa seperti kurma dan roti.
Sibuk karena jarak antara buka puasa dan salat Magrib begitu pendek. Masjid sudah harus siap dipakai untuk salat segera setelah qamat.
Tantangannya: bagaimana membersihkan masjid dalam tempo sangat singkat? Tantangan ini menjadi menarik karena jamaah yang terlibat puluhan ribu bahkan ratusan ribu orang.
Ada ratusan ribu gelas plastik, ratusan ribu tempat yogurt dari plastik, ratusan ribu sisa-sisa roti, dan plastik tempat kurma, yang mesti segera dibersihkan.
Masjidil Haram dan Masjid Nabawi menemukan caranya. Sajadah atau karpet masjid ditutup plastik, kira kira lebarnya 30 cm. Plastik ini digelar memanjang menyusuri saf. Jamaah duduk berhadap hadapan, dipisahkan plastik tadi.
Menu buka puasa (air zamzam, kurma, roti, dan yogurt) digelar di atas plastik tersebut. Setiap jamaah bertanggung jawab memelihara kebersihan di wilayah duduknya masing masing.
Kira kira 3 4 menit sebelum azan, bagian ujung plastik dipertemukan dengan ujung lainnya sehingga semua sisa sisa makan termasuk wadah plastiknya dijaring plastik tersebut.
Selanjutnya, plastik dilipat, dan sim salabim, masjid langsung bersih dan siap digunakan untuk salat dalam tempo beberapa menit saja.
Luar biasa. Ratusan ribu orang menghasilkan jutaan sampah tapi bisa dibersihkan dalam tempo singkat berkat kerja sama sesama jamaah.
Satu jamaah minimal menghasilkan sampah sampah ini: plastik minuman, plastik wadah kurma, plastik wadah Yogurt, sendok, serta sisa sisa roti dan kurma. Dikali jumlah jamaah, terbayang sudah berapa banyak sampah yang harus disingkirkan dari tempat salat dalam tempo kurang dari lima menit.
Di luar sudah menunggu truk pengangkut sampah. Sampah dari dalam masjid dimasukan ke kantong plastik besar, dimasukan ke gerobak yang ditarik hingga ke dalam masjid, lalu dikirim secepatnya ke mobil pengangkut sampah yang menunggu di luar.
Sampah sampah itu harus segera diangkut karena satu jam kemudian masjid sudah dipenuhi lagi jamaah salat Isya.
***
MASJID Nabawi mengesankan dari sisi agresivitas jamaahnya mencari jamaah lain untuk menikmati santapan bukan puasa yang disiapkan bos atau majikannya.
Di Masjidil Haram, para penyumbang pasif saja: gelar menu buka puasa dan silakan nikmati.
Di Nabawi, ketentuannya bertambah satu: sajikan menu buka puasa dan proaktif cari jamaah yang akan menyantap menu buka puasa tersebut.
Orang orang berduit Mekkah dan Madinah berlomba menyuguhkan buka puasa. Pahalanya sama dengan orang yang berpuasa sementara pahala orang yang berbuka dengan menu yang kita siapkan tidak berkurang sedikit pun.
Masalahya, menu yang disiapkan begitu banyak, jauh lebih banyak dari jamaah yang hadir. Luar biasa karena jamaah masjid rata rata belasan atau bahkan ratusan ribu orang. Bagaimanapun, jumlah penganan buka puasa tetap lebih banyak daripada jamaah.
Karena itulah, para dermawan tidak hanya menyiapkan menu buka puasa melainkan juga memastikan bahwa buka puasa yang disiapkannya benar benar dinikmati jamaah.
Makanya, dermawan harus menyiapkan budget tambahan untuk memberi honor kepada calo. Mereka inilah, umumnya anak anak, yang bertugas menjemput bola, mencegat jamaah di pintu pintu masuk masjid.
Kalau ke Masjid Nabawi hendak berbuka puasa, jangan kaget kalau dijemput anak anak sejak dari pintu masuk lalu digiring ke lokasi buka puasa yang telah disiapkan majikannya.
Mereka menggiring jamaah sampai ke tempat buka puasa yang disiapkan majikannya. Anak anak itu diberi bonus sesuai jumlah jamaah yang berhasil digiringnya.
Bagi dermawan amalnya dobel. Amal karena menyiapkan buka, juga beramal kepada calo anak anak itu.***
Laporan Haji dan Umroh
Artikel ini juga dimuat di tribun-timur.com dan Tribun Timur edisi cetak.
Buka Puasa di Nabawi
ORANG Mekkah lebih keras, orang Madinah lebih lembut. Demikianlah konon watak dua kota itu. Sewaktu memulai menyiarkan agama Nabi Muhammad SAW diusir orang orang Mekkah, tapi disambut Salawat Badr oleh orang orang Madinah.
Nabi lahir di Mekkah tapi makam dan rumah (terletak di dalam Masjid Nabawi) serta masjid pertamanya (Masjid Quba) berada di Madinah. Di Madinah pula, persisnya di Masjid Qiblatin, Nabi Muhammad mendapat perintah untuk berkiblat ke Kakbah di Mekkah, bukan ke Masjidil Aqsa (Baitul Magdis) di Palestina.
Dalam soal buka puasa, orang Madinah lebih keras, bahkan lebih agresif. Sedangkan orang Mekkah lebih kalem, lebih pasif.
***
SEKITAR dua jam sebelum bukan puasa, Masjidil Haram maupun Masjid Nabawi sibuknya bukan main. Bukan cuma ramai oleh orang orang yang membawa sajadah, melainkan pula oleh mereka yang membawa penganan buka puasa seperti kurma dan roti.
Sibuk karena jarak antara buka puasa dan salat Magrib begitu pendek. Masjid sudah harus siap dipakai untuk salat segera setelah qamat.
Tantangannya: bagaimana membersihkan masjid dalam tempo sangat singkat? Tantangan ini menjadi menarik karena jamaah yang terlibat puluhan ribu bahkan ratusan ribu orang.
Ada ratusan ribu gelas plastik, ratusan ribu tempat yogurt dari plastik, ratusan ribu sisa-sisa roti, dan plastik tempat kurma, yang mesti segera dibersihkan.
Masjidil Haram dan Masjid Nabawi menemukan caranya. Sajadah atau karpet masjid ditutup plastik, kira kira lebarnya 30 cm. Plastik ini digelar memanjang menyusuri saf. Jamaah duduk berhadap hadapan, dipisahkan plastik tadi.
Menu buka puasa (air zamzam, kurma, roti, dan yogurt) digelar di atas plastik tersebut. Setiap jamaah bertanggung jawab memelihara kebersihan di wilayah duduknya masing masing.
Kira kira 3 4 menit sebelum azan, bagian ujung plastik dipertemukan dengan ujung lainnya sehingga semua sisa sisa makan termasuk wadah plastiknya dijaring plastik tersebut.
Selanjutnya, plastik dilipat, dan sim salabim, masjid langsung bersih dan siap digunakan untuk salat dalam tempo beberapa menit saja.
Luar biasa. Ratusan ribu orang menghasilkan jutaan sampah tapi bisa dibersihkan dalam tempo singkat berkat kerja sama sesama jamaah.
Satu jamaah minimal menghasilkan sampah sampah ini: plastik minuman, plastik wadah kurma, plastik wadah Yogurt, sendok, serta sisa sisa roti dan kurma. Dikali jumlah jamaah, terbayang sudah berapa banyak sampah yang harus disingkirkan dari tempat salat dalam tempo kurang dari lima menit.
Di luar sudah menunggu truk pengangkut sampah. Sampah dari dalam masjid dimasukan ke kantong plastik besar, dimasukan ke gerobak yang ditarik hingga ke dalam masjid, lalu dikirim secepatnya ke mobil pengangkut sampah yang menunggu di luar.
Sampah sampah itu harus segera diangkut karena satu jam kemudian masjid sudah dipenuhi lagi jamaah salat Isya.
***
MASJID Nabawi mengesankan dari sisi agresivitas jamaahnya mencari jamaah lain untuk menikmati santapan bukan puasa yang disiapkan bos atau majikannya.
Di Masjidil Haram, para penyumbang pasif saja: gelar menu buka puasa dan silakan nikmati.
Di Nabawi, ketentuannya bertambah satu: sajikan menu buka puasa dan proaktif cari jamaah yang akan menyantap menu buka puasa tersebut.
Orang orang berduit Mekkah dan Madinah berlomba menyuguhkan buka puasa. Pahalanya sama dengan orang yang berpuasa sementara pahala orang yang berbuka dengan menu yang kita siapkan tidak berkurang sedikit pun.
Masalahya, menu yang disiapkan begitu banyak, jauh lebih banyak dari jamaah yang hadir. Luar biasa karena jamaah masjid rata rata belasan atau bahkan ratusan ribu orang. Bagaimanapun, jumlah penganan buka puasa tetap lebih banyak daripada jamaah.
Karena itulah, para dermawan tidak hanya menyiapkan menu buka puasa melainkan juga memastikan bahwa buka puasa yang disiapkannya benar benar dinikmati jamaah.
Makanya, dermawan harus menyiapkan budget tambahan untuk memberi honor kepada calo. Mereka inilah, umumnya anak anak, yang bertugas menjemput bola, mencegat jamaah di pintu pintu masuk masjid.
Kalau ke Masjid Nabawi hendak berbuka puasa, jangan kaget kalau dijemput anak anak sejak dari pintu masuk lalu digiring ke lokasi buka puasa yang telah disiapkan majikannya.
Mereka menggiring jamaah sampai ke tempat buka puasa yang disiapkan majikannya. Anak anak itu diberi bonus sesuai jumlah jamaah yang berhasil digiringnya.
Bagi dermawan amalnya dobel. Amal karena menyiapkan buka, juga beramal kepada calo anak anak itu.***
Laporan Haji dan Umroh
No comments:
Post a Comment