Ask the Tribun Timur Editor
Artikel ini dimuat di Tribun Timur dan tribun-timur.com.
Catatan Dahlan,
Wartawan Tribun
Kalla dan Makassar
KATA Jusuf Kalla: Kadang-kadang saya malu hati (juga meresmikan ini).
Begitulah wakil presiden itu memulai sambutan ketika berbicara sebelum soft opening Menara Bosowa (23 lantai) di hall gedung tertinggi di Makassar itu, Rabu (9/9) siang.
"Malu" karena Kalla beberapa jam sebelumnya meresmikan Trans Kalla, proyek lebih Rp 1 triliun, hasil kerja bareng dengan Para Group, kerajaan bisnis milik dokter gigi yang banting setir jadi pengusaha, Chaerul Tanjung.
Maksudnya, dua proyek yang mengubah wajah bahkan persepsi tentang Makassar itu milik "dia-dia juga."
Menara Bosowa (senilai Rp 140 miliar) milik Aksa Mahmud, iparnya. Trans Kalla melibatkan perusahaannya, Kalla Group.
Kalla, generasi kedua dari pengusaha Haji Kalla yang merintis bisnis lebih setengah abad yang lalu, kini praktis menguasai beberapa icon Makassar.
Di Jl Sudirman-Ratulangi (sejauh dua kilometer saja), Kalla memiliki Kalla Tower (diresmikian Oktober nanti), Hotel Sahid (bintang lima), dan mal untuk kalangan elite, Mal Ratu Indah (MaRI).
Sejak proyek Sahid, Kalla praktis hanya mengandalkan penguasaan lahan (kecuali Kalla Tower). Di Sahid, MaRI, dan Trans, pihak lain yang mengelola. Kalla pemegang saham.
Terletak hanya sekitar 500 meter dari rumah pribadinya di Jl Haji Bau, Kalla Tower punya makna sendiri bagi Kalla. Soalnya, selama puluhan tahun sebelum jadi wapres, ia berkantor di tempat yang riuh rendah dengan Daeng Becak dan petepete di kantornya yang kecil di dekat Makassar Mall (Pasar Sentral).
Kalla akan berkantor di Kalla Tower setelah melepas jabatan wakil presiden, 20 Oktober bulan depan.
***
DI hall Menara Bosowa siang itu, pada acara yang tak perlu menyiapkan makan siang karena memang bulan Ramadan, Kalla berbicara tentang visinya mengenai Makassar kepada 200-an hadirin, seperti biasa, terstruktur, dengan logika-logika praktis.
Makassar, bagi Kalla adalah pusat (tengah, center) Indonesia. Dari sini terbang ke Papua empat jam, sama dengan terbang ke ujung barat, Medan.
Karena itu, Makassar tetap harus menjadi pusat Indonesia, setidak-setidaknya pusat Indonesia timur. Untuk itu, Makassar harus terus menata diri untuk dua hal: jasa dan industri.
Di sektor jasa transportasi, Indonesia memang belum ada duanya. Bandara Hasanuddin --apalagi bentuknya yang aduhai sekarang di mana Kalla juga berjasa besar di sana-- merupakan pusat distribusi penumpang dari barat ke timur dan penghubung timur ke barat.
Pelabuhan Makassar masih menjadi pusat Indonesia timur bagi kapal-kapal penumpang Pelni, fery, maupun cargo.
Di darat, terminal di sini juga masih merupakan sentral bagi jurusan Kendari, Mamuju, Palu, Gorontalo, maupun Manado (via Trans Sulawesi yang ikut digagas bahkan dikerjakaan perusahaan konstruksi Kalla Group).
Kantor-kantor regional pemerintahan sipil maupun militer, BUMN maupun swasta, juga masih di Makassar. Kodam VII melingkupi Sulawesi. Kantor Telkom bahkan mencakup Kalimantan, Sulawesi, dan Papua. Operator selular demikian pula. Makassar adalah kantor pusat regional.
Di bidang industri, Kalla menginginkan agroindustri. Sudah saatnya Sulawesi Selatan mengandalkan industri berbasis pertanian. Jangan melulu hanya memproduksi beras, jagung, dan kakao. Olah di sini, kemas, dan jual. Kira-kira begitulah obsesi Kalla.
***
BAHWA kota ini sudah macet, syukurlah. Kata Kalla, macet simbol kemajuan. Macet karena mobil dan motor makin banyak. Mobil dan motor makin banyak karena rakyat mampu membeli. Rakyat mampu membeli artinya ekonomi tumbuh.
Sepuluh tahun ini, Makassar memang macet. Di jalan-jalan utama dalam kota, syukurlah kalau mobil bisa berlari pada kecepatan 30 kilometer per jam. Dulu, balapan pun bolehlah.
Sekarang benar-benar lain. Becak di kiri. Pejalanan kaki yang nyeberang sembarangan di kanan. Di depan, ada petepete yang berhenti semaunya. Belum lagi pengendara sepeda motor yang biasa santai pacaran sambil berjalan santai justru di jalur cepat (kanan).
Kalla melihat faktor lain: ruko. Rumah toko atau juga rumah kantor ikut punya andil. Biasanya ruko tidak lebar. Sudah begitu, paling tinggi tiga lantai. Ruang parkirnya sempit. "Paling bisa muat dua mobil," kata Kalla.
Nah, kalau ruko dipakai menjadi kantor dengan karyawan yang banyak, parkir jadi soal besar. Rawan mengganggu pengguna jalan.
Menurut Kalla, di tengah kota dengan harga tanah di atas Rp 5 juta (seperti di Jl Sudirman-Ratulangi), sudah bukan waktunya lagi membangun ruko. Gedung tinggi adalah solusinya.
"Risiko kota yang ekonominya tumbuh adalah macet dan (muncul masalah) parkir," ujar Kalla.
Gubernur Sulsel Syahrul Yasin Limpo dan Wali Kota Makassar Ilham Arief Sirajuddin menghadiri acara itu. Kalla meminta, "Ruko harus dibatasi supaya ada ruang. Banyak ruko makin macet."
Ruang, bagi Kalla, mengatasi dua hal: kemacetan dan penghijauan. Ia menyebut Singapura sebagai kota idaman. Mengapa? Menurut Kalla, karena, "Singapura tidak macet dan hijau."
***
KALLA menanggapi pidato CEO Bosowa Group Erwin Aksa tentang kantor pusat di Jakarta. Kata Kalla, perusahaan tidak harus berkantor pusat di ibu kota negara.
Jakarta hebat, tapi Makassar juga hebat. Masing-masing kota memiliki kelebihan. Yang terpenting, menurut Kalla, Makassar harus melihat dirinya sebagai kota pelayan Indonesia timur, bukan pelayan Sulsel saja.
Bila itu bisa dilakukan, Indonesia bisa meniru Amerika Serikat. Pabrik pesawat terbang Boeing tidak berkantor di ibu kota negara Amerika Serikat, Washington DC, tapi di Chicago. Perusahaan komputer Microsoft berkantor di Seattle.
"Ini bagus supaya kekuatan ekonomi tersebar. Bagus kalau kekuatan ekonomi lokal merambah ke nasional," begitu menurut Kalla.
Dengan itu, Indonesia sebagai satu bangsa akan tetap utuh. Sebagai tokoh perdamaian, Kalla meyakini bahwa resep utama persatuan bukan upacara tapi perasaan keadilan.
Pada 20 Oktober, Kalla akan kembali ke habitatnya, menjadi pengusaha dan aktivis sosial, setelah "kuliah" selama lima tahun menjadi wakil presiden.
Jaringannya, pengalamannya, dan yang terpenting, kepemimpinannya, tentu akan sangat bermanfaat bila Kalla "melanjutkan" perjuangan dari Makassar untuk Indonesia.***
Mudah-mudahan juga Kalla bisa melihat nasib petani.. dan mendukung para petani untuk bertani secara modern...tidak banting tulang lagi...
ReplyDeleteSetuju....
ReplyDelete