Thursday, September 3, 2009

Gairah Bertemu Tuhan

Ask the Tribun Timur Editor
Artikel ini juga dimuat di tribun-timur.com dan Tribun Timur edisi cetak.

Gairah Bertemu Tuhan

Laporan Wartawan Tribun Timur Dahlan dari Mekah Arab Saudi

"Ya, ubah saja jadwalnya setelah Tarawih," kata Jusuf Kalla di meja makan. Itu berarti sudah dua kali jadwal resmi berubah. Semangatnya, gairahnya, sama dengan belasan ribu jamaah yang tiap waktu mengelilingi Kakbah (tawaf), tak peduli siang tak peduli malam: kerinduan bertemu Tuhan.



Monday, 24-08-2009


Dari Jakarta, jadwal sudah disusun rapi, tanpa umrah saat ramadan. Umrah cuma sekali, setiba di Mekah, Kamis (20/8). Dengan perubahan itu, tim advance atau tim pendahulu menjajal Jeddah, Mekah, dan Madina empat hari sebelum Kalla dan rombongan tiba. Betapapun, Kalla adalah tamu Arab.
Kerajaan memperlakukan Kalla sebagai tamu terhormat. Beberapa permintaan Kalla dipenuhi, misalnya, mengunjungi tempat pembuatan kiswah (kain penutup Kakbah). Karyawan yang tadinya libur diminta masuk untuk memperlihatkan kepada Kalla dan rombongan bagaimana kiswah dibuat, mulai dari proses penenunan tradisional seperti Bugis-Makassar hingga proses penjahitan kaligrafi.
Dengan perubahan jadwal, yakni memasukan umrah saat ramadan, kunjungan empat hari Kalla betul-betul efektif untuk ibadah. Sekali umrah di hari biasa, sekali umrah di bulan Ramadan, sekali salat Jumat di Masjidil Haram dan dua kali Tarawih masing-masing 23 rakaat.
***
JADWAL yang diminta Kalla untuk diubah adalah agenda hari Sabtu. Kalla ingin ada umrah. Repotnya, umrah harus miqot (ke luar Kota Mekkah, sekitar 17 kilometer, untuk berniat). Suhu panas tidak memungkinkan tawaf siang hari karena sedang puasa. Akhirnya diputuskan, proses umrah yakni miqot dimulai setelah Tarawih di Masjidil Haram.
Salat Magrib tiga rakaat, terus Isa empat rakaat, plus 23 rakaat Tarawih. Jadi total harus menyelesaikan dulu 30 rakaat. Tarawih dilaksanakan nyaris tanpa jeda, 23 rakaat. Prosesnya saja sekitar 2,5 jam. Selesai sekitar pukul 21.40 (kira 02.40 waktu Makassar).
Setelah Tarawih langsung miqot. Luar biasa, kaki masih pegal karena Tarawih, Kalla dan rombongan langsung migot. Prosesnya kira-kira dua jam, sejak meninggalkan Masjidil Haram dengan bus, salat sunat umroh, hingga balik lagi ke Masjidil Haram. Prosesi umrah selanjutnya, tawaf, dimulai dini hari.
Tawaf tujuh kali mengitari Kakbah (sekitar satu jam) dan Sai (berjalan dari bukit Shafa ke Marwah, sekitar satu jam). Tawaf dan Sai tidak boleh berhenti, atau jalan pelan-pelan, karena subuh sudah dekat.
Artinya, harus buru-buru ke hotel untuk sahur. Pagi-pagi, pukul 07.00, sudah harus siap bawa barang menuju Madinah.Dalam 36 jam, istirahatnya paling 2-3 jam. Terbayang bagaimana tubuh dikuras energinya.
Tapi yang sudah kerasukan gairah bertemu Tuhan di Baitullah yang begitu indah, rasa letih hilang diganti rasa nikmat. Beberapa anggota rombongan mulai terlihat berubah penampilannya. Wali Kota Ilham Arief Sirajuddin tak segan-segan lagi memakai gamis.
Ada yang plontos rambutnya usai prosesi umrah. Solihin, putra Kalla, juga memakai gamis. Solihin bahkan lebih "berani": ia pun memakai kafayeh ala mendiang pemimpin Palestina, Yasser Arafat.
***
HARI Sabtu praktis kami mengikuti seluruh salat lima waktu di Masjidil Haram. Ini memungkinkan karena selain tidak banyak "agenda duniawi", hotel tempat kami menginap persis di samping Masjidil Haram. Jalan-jalan dari hotel ke Kakbah paling butuh waktu lima menit saja. Sebagian jamaah haji Indonesia tentu sulit menikmati indahnya Masjidil Haram. Soalnya pemondokan yang disewa pemerintah cukup jauh, 6-7 kilometer, ke Masjidil Haram.
Karena seharian di Masjidil Haram, saya takjub menyaksikan salat Ashar.Bayangkan Anda puasa, lalu salat dua rakaat di tempat terbuka menantang panas matahari sekitar 37 derajat Celcius. Yang luar biasa ini bukan satu orang tapi ribuan.
Mereka bukan cuma salat tapi juga tawaf mengelilingi Kakbah sekitar satu jam di hari yang terik itu.Pemandangan hari Jumat lebih luar biasa. Ribuan jamaah berani mandi cahaya panas matahari, bukan cuma untuk salat dan tawaf, tapi juga untuk mendengarkan khutbah Jumat.
Otak rasional tidak mampu memahami gejala spiritual itu. Gairah bertemu Tuhan adalah gejala made in (buatan) hati bawah sadar.Ternyata otak tidak selalu memahami hati. Ternyata, kadang-kadang, hati lebih cerdas daripada otak.***





No comments:

Post a Comment

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...