dahlandahi.com
Artikel ini juga dimuat di tribun-timur.com dan Tribun Timur edisi cetak.
Hikmah di Raodah
PAK Aksa Mahmud memarahi saya. "Dahlan, ke mana ko? Tadi kita salat di samping makam Nabi (Muhammad) dan Raodah".
Saya sedih dan menyesal. Bersama Wapres Jusuf Kalla dan 50 an anggota rombongan, Pak Aksa bisa leluasa masuk kawasan makam nabi dan Raodah karena tentara Saudi membersihkan dua lokasi suci itu dari jamaah lainnya.
Bila saya lakukan sendiri, secara logika, pasti sangat sulit, begitu kira kira pikir Pak Aksa.
Makam nabi terletak di dalam Masjid Nabawi, satu dari tiga masjid yang disucikan Allah selain Masjidil Haram (ada Kakbah) di Mekah, dan Masjidil Aqsa (kiblat pertama sebelum Kakbah) di Palestina.
Di sebelah makam nabi, ada area yang tidak terlalu luas, yang ditandai dengan karpet biru (karpet Masjid Nabawi lainnya berwarna merah) dan tiang masjidnya berwarna putih (yang lainnya berwarna kuning).
Itulah Raodah. Berdoa di tempat ini diyakini akan dikabulkan Allah, sama dengan berdoa di Multazam (area antara pintu Kakbah dan Hajratul Aswat di Kakbah) Masjidil Haram di Mekkah.
Bisa dibilang, makam nabi dan Raodah merupakan lokasi impian para jamaah haji maupun umrah. Maka tidak heran masuk ke tempat ini sulitnya bukan main karena selalu disesaki jamaah.
Salat dengan tenang di sana susahnya minta ampun karena ketika Anda sedang berdiri salat, jamaah lain berdesak desakan. Tubuh terdorong dorong mengikuti arus. Anda bahkan sulit untuk sekadar ruku, apalagi sujud. Area yang sempit itu terlalu sesak.
Kalla dan rombongan adalah pengecualian. Sebelum Kalla dan rombongan masuk masjid, kawasan makam dan Raodah dibersihkan dari jamaah lain. Tentara bersenjata laras panjang, dengan pakaian loreng cokelat, menjaga kawasan itu.
Kalla dan rombongan bukan hanya bisa salat dua rakaat, berdoa, tapi bahkan juga bisa melaksanakan salat Isya serta Tarwih dan Witir 23 rakaat.
Usai salat, Kalla dan rombongan diberi kesempatan lagi untuk salat sunat dan berdoa di Raodah.
Setelah itu, Imam Masjid Nabawi mengundang Kalla secara khusus. Di kalangan rombongan beredar kabar bahwa imam masjid tertegun karena dua hari Kalla di Madinah, dua kali pula turun hujan yang cukup deras (sewaktu di Mekkah, hujan juga turun pada sore beberapa jam sebelum salat Tarwih pertama Ramadhan tahun ini).
Hujan di Mekkah dan Madinah adalah barang sangat mewah. Apalagi sekarang lagi puncak puncaknya musim hujan dengan suhu rata rata 43 47 derajat Celcius. Panasnya luar biasa. Di tempat terbuka, kita seperti sedang berada di dekat api unggun raksasa.
Hujan sangat jarang turun. Sudah jarang turun, hujannya pun sebentar saja. Maka jangan heran, bila hujan turun, Anda akan sulit melihat orang berlari untuk berteduh. Mereka malah mandi hujan, menikmati pengalaman langka, sekalian menyukuri hujan. Warga Saudi percaya hujan adalah berkah.
Pak Aksa benar menyesali karena tidak hadir mengikuti Kalla melaksanakan salat di makam nabi dan Raodah. Betapa ruginya saya.
Selama kunjungan ini saya memang sering berjalan sendiri, menjelajah satu tempat ke tempat lain, bertanya ke sana kemari. Dengan Kalla banyak sekali kemudahan. Berjalan sendiri banyak sekali kesulitan. Tapi kedua duanya ada hikmahnya.
Saya agak percaya diri jalan sendiri di tanah Arab berbekal pengalaman tiga bulan di Irak, Jordania, dan Mesir, serta transit di Kuwait dan Dubai.
***
BETAPA dungunya saya. Sebelum Kalla dkk ke makam nabi dan Raodah saya sudah ke sana, salat sunat di sana, tapi saya tidak tahu itulah tempat yang diincar itu.
Ketika itu pertama kalinya saya memasuki Masjid Nabawi. Sebagai orang baru, saya tidak tahu mana barat mana timur. Saya masuk masjid dengan perasaan takjub melihat masjid yang luar biasa megah.
Saya mengikuti saja arus jamaah yang masuk ke masjid. Pikir saya, ke mana orang banyak menuju, ke situlah yang baik.
Makin dalam memasuki masjid, makin padat. Jamaah terus berdesak desakan, dengan penuh gairah. Begitu dapat tempat yang sedikit kosong, langsung menggelar salat sunat dan berdoa penuh khusyuk. Tidak sedikit yang meneteskan air mata. Saya hanya bisa terheran heran.
***
Usai salat Lohor di tempat suci yang saya tidak tahu itu, saya berbalik, hendak ke hotel. Di bagian tengah masjid saya bertemu Pak Aksa. Beliau sendirian.
Saya ceritakanlah pengalaman saya berdesak desakan itu. "Dahlan, itulah Raodah," kata Pak Aksa dengan penuh kebapakan. "Kenapa kau tinggalkan tempat itu. Sulit bisa masuk ke sana. Kalau saya, saya akan tunggu sampai abis salat Tarwih di sana. Saya biasanya begitu".
Sambil berjalan ke luar masjid menuju hotel, Pak Aksa menceritakan bagaimana maqbulnya kalau berdoa di Raodah.
Maka ketika bertemu lagi dan rombongan Kalla melaksankan salat di makam nabi dan Raodah, dan saya tidak ikut, Pak Aksa benar benar menyesalinya.
***
SAYA mencoba ikhlas menerima kenyataan itu dan mencoba menghibur diri, mungkin Allah belum memanggil saya. Seperti berhaji dan berumrah, masalahnya bukan uang dan kesempatan, tapi terutama karena panggilan. Makanya, jamaah haji selalu melantumkan Labaikka Allahuma Labbaika (Aku datang memenuhi panggilan Mu ya Allah).
Niat adalah salah satu rukun haji maupun umrah. Niat haji: Labbaika Allahumma Hajjan (Aku sambut panggilan Mu ya Allah untuk berhaji).
Adapun niat umrah: Labbaika Allahuma Umratan (Aku sambut panggilan Mu ya Allah untuk umrah).
Maka, sambil menunggu panggilan Nya ke Raodah dan makan nabi, saya masuk kira kira satu jam sebelum Lohor ke Masjidil Haram. Saya kembali mengikuti arus jamaah ke arah bagian dalam.
Melihat beberapa tanda (lampu lampu sangat banyak, jamaah berdesak desakan), saya bertanya ke seorang jamaah, mungkin dia orang Saudi asli (hitam, berjenggot, memakai jubah putih).
Dia menunjukkan makan nabi di sampingnya dan Raodah di depannya. Ia menarik saya dan memberi isyarat agar segera salat sunat. Ketika itu jamaah berdiri berdesak desakan dan keajaiban terjadi susul menyusul.
Keajaiban artinya di luar kebiasaan. Ajaib artinya sulit dimengerti akal sehat tapi benar benar terjadi. Ajaib adalah terminologi (istilah) di wilayah akal (otak), bukan di wilayah hati. Otak bilang ajaib, aneh, tapi hati bilang itu mah biasa. Itulah yang saya alami. Terjadi tapi sulit dipahami akal sehat.
Ketika salat sunat itu, ruang di depan saya terbuka dan saya bisa sujud dan rukuk dengan leluasa. Padahal jamaah penuh sesak dan berdesak desakan.
Di tengah salat itu, getaran getaran aneh mengaliri tubuh dan air mata mengalir. Saya tidak bisa mengatakan apapun kecuali Subhanallah, Alahu Akbar.
Tidak berapa lama, beberapa tentara berteriak teriak, "Haji, Haji ... Tinggalkan tempat ini". Sebagian lainnya memasang barikade, tanda tempat itu akan dikosongkan. Saya ikut arus meninggalkan tempat itu, namun terlihat ruangan kosong beberapa meter di depan. Segera saya ke sana, salat lagi.
Terdengar suara tentara menghalau jamaah, tapi tidak untuk saya. Salat dilanjutkan dengan khusyuk dan saya menikmati semua itu dengan air mata bercucuran.
Hati terasa lapang dan kosong. Seperti rumah kotor yang baru dibersihkan. Seperti truk penuh muatan yang dikosongkan. Ringan, tenang, teduh.
Saya salat lagi, terus berdoa. Tidak terasa ruangan itu sudah kosong, tinggal saya sendiri. Usai salat sunat untuk kesekian kalinya, seorang tentara berdiri di dekatku dan berkata, "Ya, Hajj,.... Sudah, sudah."
Saya meninggalkan Raodah dengan perasaan sejuk dan indah. Untuk bisa menemukan perasaan itu lagi, saya tidak tahu kapan dan berapa harganya.
Pengalaman itu seperti di Kakbah. Saya makin yakin bahwa Multazam di Kakbah dan Raodah di Masjid Nabawi memiliki kekuatan yang luar biasa, yang ajaib. Ada, terjadi, tapi otak kesulitan menjelaskannya.
Tujuan orang ke Kakbah atau Raodah, saya kira, bukan untuk menangis. Tangisan hanya wujud nyata, bentuk yang bisa kelihatan, dari terbukanya pintu hati. Di dalam hati yang terbuka ada Tuhan bersemayam di sana.***
Laporan Haji dan Umroh
Artikel ini juga dimuat di tribun-timur.com dan Tribun Timur edisi cetak.
Hikmah di Raodah
PAK Aksa Mahmud memarahi saya. "Dahlan, ke mana ko? Tadi kita salat di samping makam Nabi (Muhammad) dan Raodah".
Saya sedih dan menyesal. Bersama Wapres Jusuf Kalla dan 50 an anggota rombongan, Pak Aksa bisa leluasa masuk kawasan makam nabi dan Raodah karena tentara Saudi membersihkan dua lokasi suci itu dari jamaah lainnya.
Bila saya lakukan sendiri, secara logika, pasti sangat sulit, begitu kira kira pikir Pak Aksa.
Makam nabi terletak di dalam Masjid Nabawi, satu dari tiga masjid yang disucikan Allah selain Masjidil Haram (ada Kakbah) di Mekah, dan Masjidil Aqsa (kiblat pertama sebelum Kakbah) di Palestina.
Di sebelah makam nabi, ada area yang tidak terlalu luas, yang ditandai dengan karpet biru (karpet Masjid Nabawi lainnya berwarna merah) dan tiang masjidnya berwarna putih (yang lainnya berwarna kuning).
Itulah Raodah. Berdoa di tempat ini diyakini akan dikabulkan Allah, sama dengan berdoa di Multazam (area antara pintu Kakbah dan Hajratul Aswat di Kakbah) Masjidil Haram di Mekkah.
Bisa dibilang, makam nabi dan Raodah merupakan lokasi impian para jamaah haji maupun umrah. Maka tidak heran masuk ke tempat ini sulitnya bukan main karena selalu disesaki jamaah.
Salat dengan tenang di sana susahnya minta ampun karena ketika Anda sedang berdiri salat, jamaah lain berdesak desakan. Tubuh terdorong dorong mengikuti arus. Anda bahkan sulit untuk sekadar ruku, apalagi sujud. Area yang sempit itu terlalu sesak.
Kalla dan rombongan adalah pengecualian. Sebelum Kalla dan rombongan masuk masjid, kawasan makam dan Raodah dibersihkan dari jamaah lain. Tentara bersenjata laras panjang, dengan pakaian loreng cokelat, menjaga kawasan itu.
Kalla dan rombongan bukan hanya bisa salat dua rakaat, berdoa, tapi bahkan juga bisa melaksanakan salat Isya serta Tarwih dan Witir 23 rakaat.
Usai salat, Kalla dan rombongan diberi kesempatan lagi untuk salat sunat dan berdoa di Raodah.
Setelah itu, Imam Masjid Nabawi mengundang Kalla secara khusus. Di kalangan rombongan beredar kabar bahwa imam masjid tertegun karena dua hari Kalla di Madinah, dua kali pula turun hujan yang cukup deras (sewaktu di Mekkah, hujan juga turun pada sore beberapa jam sebelum salat Tarwih pertama Ramadhan tahun ini).
Hujan di Mekkah dan Madinah adalah barang sangat mewah. Apalagi sekarang lagi puncak puncaknya musim hujan dengan suhu rata rata 43 47 derajat Celcius. Panasnya luar biasa. Di tempat terbuka, kita seperti sedang berada di dekat api unggun raksasa.
Hujan sangat jarang turun. Sudah jarang turun, hujannya pun sebentar saja. Maka jangan heran, bila hujan turun, Anda akan sulit melihat orang berlari untuk berteduh. Mereka malah mandi hujan, menikmati pengalaman langka, sekalian menyukuri hujan. Warga Saudi percaya hujan adalah berkah.
Pak Aksa benar menyesali karena tidak hadir mengikuti Kalla melaksanakan salat di makam nabi dan Raodah. Betapa ruginya saya.
Selama kunjungan ini saya memang sering berjalan sendiri, menjelajah satu tempat ke tempat lain, bertanya ke sana kemari. Dengan Kalla banyak sekali kemudahan. Berjalan sendiri banyak sekali kesulitan. Tapi kedua duanya ada hikmahnya.
Saya agak percaya diri jalan sendiri di tanah Arab berbekal pengalaman tiga bulan di Irak, Jordania, dan Mesir, serta transit di Kuwait dan Dubai.
***
BETAPA dungunya saya. Sebelum Kalla dkk ke makam nabi dan Raodah saya sudah ke sana, salat sunat di sana, tapi saya tidak tahu itulah tempat yang diincar itu.
Ketika itu pertama kalinya saya memasuki Masjid Nabawi. Sebagai orang baru, saya tidak tahu mana barat mana timur. Saya masuk masjid dengan perasaan takjub melihat masjid yang luar biasa megah.
Saya mengikuti saja arus jamaah yang masuk ke masjid. Pikir saya, ke mana orang banyak menuju, ke situlah yang baik.
Makin dalam memasuki masjid, makin padat. Jamaah terus berdesak desakan, dengan penuh gairah. Begitu dapat tempat yang sedikit kosong, langsung menggelar salat sunat dan berdoa penuh khusyuk. Tidak sedikit yang meneteskan air mata. Saya hanya bisa terheran heran.
***
Usai salat Lohor di tempat suci yang saya tidak tahu itu, saya berbalik, hendak ke hotel. Di bagian tengah masjid saya bertemu Pak Aksa. Beliau sendirian.
Saya ceritakanlah pengalaman saya berdesak desakan itu. "Dahlan, itulah Raodah," kata Pak Aksa dengan penuh kebapakan. "Kenapa kau tinggalkan tempat itu. Sulit bisa masuk ke sana. Kalau saya, saya akan tunggu sampai abis salat Tarwih di sana. Saya biasanya begitu".
Sambil berjalan ke luar masjid menuju hotel, Pak Aksa menceritakan bagaimana maqbulnya kalau berdoa di Raodah.
Maka ketika bertemu lagi dan rombongan Kalla melaksankan salat di makam nabi dan Raodah, dan saya tidak ikut, Pak Aksa benar benar menyesalinya.
***
SAYA mencoba ikhlas menerima kenyataan itu dan mencoba menghibur diri, mungkin Allah belum memanggil saya. Seperti berhaji dan berumrah, masalahnya bukan uang dan kesempatan, tapi terutama karena panggilan. Makanya, jamaah haji selalu melantumkan Labaikka Allahuma Labbaika (Aku datang memenuhi panggilan Mu ya Allah).
Niat adalah salah satu rukun haji maupun umrah. Niat haji: Labbaika Allahumma Hajjan (Aku sambut panggilan Mu ya Allah untuk berhaji).
Adapun niat umrah: Labbaika Allahuma Umratan (Aku sambut panggilan Mu ya Allah untuk umrah).
Maka, sambil menunggu panggilan Nya ke Raodah dan makan nabi, saya masuk kira kira satu jam sebelum Lohor ke Masjidil Haram. Saya kembali mengikuti arus jamaah ke arah bagian dalam.
Melihat beberapa tanda (lampu lampu sangat banyak, jamaah berdesak desakan), saya bertanya ke seorang jamaah, mungkin dia orang Saudi asli (hitam, berjenggot, memakai jubah putih).
Dia menunjukkan makan nabi di sampingnya dan Raodah di depannya. Ia menarik saya dan memberi isyarat agar segera salat sunat. Ketika itu jamaah berdiri berdesak desakan dan keajaiban terjadi susul menyusul.
Keajaiban artinya di luar kebiasaan. Ajaib artinya sulit dimengerti akal sehat tapi benar benar terjadi. Ajaib adalah terminologi (istilah) di wilayah akal (otak), bukan di wilayah hati. Otak bilang ajaib, aneh, tapi hati bilang itu mah biasa. Itulah yang saya alami. Terjadi tapi sulit dipahami akal sehat.
Ketika salat sunat itu, ruang di depan saya terbuka dan saya bisa sujud dan rukuk dengan leluasa. Padahal jamaah penuh sesak dan berdesak desakan.
Di tengah salat itu, getaran getaran aneh mengaliri tubuh dan air mata mengalir. Saya tidak bisa mengatakan apapun kecuali Subhanallah, Alahu Akbar.
Tidak berapa lama, beberapa tentara berteriak teriak, "Haji, Haji ... Tinggalkan tempat ini". Sebagian lainnya memasang barikade, tanda tempat itu akan dikosongkan. Saya ikut arus meninggalkan tempat itu, namun terlihat ruangan kosong beberapa meter di depan. Segera saya ke sana, salat lagi.
Terdengar suara tentara menghalau jamaah, tapi tidak untuk saya. Salat dilanjutkan dengan khusyuk dan saya menikmati semua itu dengan air mata bercucuran.
Hati terasa lapang dan kosong. Seperti rumah kotor yang baru dibersihkan. Seperti truk penuh muatan yang dikosongkan. Ringan, tenang, teduh.
Saya salat lagi, terus berdoa. Tidak terasa ruangan itu sudah kosong, tinggal saya sendiri. Usai salat sunat untuk kesekian kalinya, seorang tentara berdiri di dekatku dan berkata, "Ya, Hajj,.... Sudah, sudah."
Saya meninggalkan Raodah dengan perasaan sejuk dan indah. Untuk bisa menemukan perasaan itu lagi, saya tidak tahu kapan dan berapa harganya.
Pengalaman itu seperti di Kakbah. Saya makin yakin bahwa Multazam di Kakbah dan Raodah di Masjid Nabawi memiliki kekuatan yang luar biasa, yang ajaib. Ada, terjadi, tapi otak kesulitan menjelaskannya.
Tujuan orang ke Kakbah atau Raodah, saya kira, bukan untuk menangis. Tangisan hanya wujud nyata, bentuk yang bisa kelihatan, dari terbukanya pintu hati. Di dalam hati yang terbuka ada Tuhan bersemayam di sana.***
Laporan Haji dan Umroh
Tambahan keterangan:
ReplyDeleteAksa Mahmud adalah Wakil Ketua MPR RI dan salah satu orang terkaya Indonesia