dahlandahi.com
Artikel ini juga dimuat di tribun-timur.com dan Tribun Timur edisi cetak.
Seperti Id 5 Kali Sehari
KAMI beruntung tinggal di hotel yang amat dekat dengan Masjidil Haram di Mekkah dan Masjid Nabawi di Madinah. Boleh dibilang, hotel itu bersebelahan saja dengan masjid. Dengan begitu kami bisa leluasa salat lima waktu di sana.
Kita mulai dengan Masjidil Haram. Di tengah-tengah lingkaran masjid ini berdiri kokok Kakbah, kiblatnya umat Islam di seluruh dunia.
Karena Kakbah ini kiblat, maka jamaah salat mengelilingi Kakbah. Inilah satu-satunya tempat salat di dunia di mana jamaah bisa saling berhadap-hadapan saat melaksanakan salat.
Di masjid manapun, imam selalu berdiri di depan jamaah. Namanya juga imam, pemimpin. Tapi di Masjidil Haram, jamaah bisa berdiri sejajar dengan imam. Bahkan bisa berdiri di depan iman, di seberang lain Kakbah.
Imam Masjidil Haram memimpin salat dari sisi Kakbah yang berhadapan langsung dengan Hajar Aswad. Didampingi beberapa orang, imam berdiri di bangunan masjid.
Setiap kali memimpin salat, imam selalu dijaga tentara. Ini untuk melindungi imam karena sering sekali diserbu jamaah hanya untuk mencium tangan Pak Imam.
Di depan Pak Imam, tidak boleh ada jamaah yang melaksanakan salat. Arah pandangan imam harus langsung berhadap-hadapan dengan Kakbah. Inilah tugas lain tentara kerajaan yang mengamankan jalannya salat di Masjidil Haram.
Umat Islam yang melaksanakan tawaf (haji maupun umroh) berjalan mengelilingi Kakbah. Saat berjalan, Kakbah di sisi kiri. Ketika imam memimpin salat sunat seperti tarwih, misalnya, jamaah yang mau tetap bisa melaksanakan tawaf. Begitu masuk salat wajid, tawaf berhenti total.
Tawaf selalu ramai bukan saja oleh jamaah yang umroh atau haji (mereka yang berpakaian ihram). Tawaf juga dilakukan jamaah lain, dengan pakaian biasa (bukan pakaian ihram).
Luas area tawaf ini lebih besar dari Lapangan Karebosi. Jamaah yang tawaf bisa mencapai 40-50 ribu orang. Terus, masjid yang mengelingi Kakbah menampung ratusan ribu lagi. Masjid terdiri atas tiga lantai. Ratusan ribu lainnya ditampung di area terbuka di luar masjid. Total general, Masjidil Haram mampu menampung sekaligus 700 ribu jamaah!
Setiap waktu salat selama kunjungan kami di awal ramadan selalu penuh. Bila hendak mendapat tempat salat yang baik, jamaah harus datang dua jam sebelumnya. Bila datang setengah jam sebelumnya, siap-siaplah salat di tempat yang panas atau tidak sesuai harapan.
Luar biasa. Lima kali sehari, suasana salat wajib di Masjidil Haram, melebihi meriahnya salat Id di Karebosi. Jadi setiap hari, salat dengan jumlah jamaah yang berkali-kali lipat dari jumlah jamaah salat di Karebosi, berlangsung lima kali.
Bayangkanlah. Dua jam sebelum masuk waktu salat, jamaah sudah berbondong-bondong masuk masjid dari segala penjuru mata angin. Mereka berjalan kaki menuju masjid, dibawa siraman cahaya matahari di atas 40 derajat Celcius atau hawa panas, dengan suasana riang gembira mirip kita di Tanah Air yang berbondong-bondong ke lokasi salat Id.
Di Indonesia, suasana riang gembira ke lokasi salat di luar rumah ini hanya berlangsung dua kali setahun, yakni saat Idul Fitri maupun Idul Adha. Di Masjidil Haram, suasana meriah dan girang ala Idul Fitri itu berlangsung lima kali sehari atau 1.825 kali setahun.
Setiap akhir salat wajib pasti ada salat jenazah. Jamaah rata-rata menggelar salat sunat minimal sekali sebelum atau sesudah salat wajib. Ramai benar.
***
BERSAMA rombongan Wapres Jusuf Kalla, kami melaksanakan umrah, masuk dari Jeddah. Ini salah satu kota industri dan pelabuhan laut terpenting di Saudi.
Dari Jeddah, kota yang dihiasi gedung-gedung pencakar langit dan terletak di tepi Laut Merah, kami masuk Mekkah melalui jalan darat sekitar satu jam sebelum ke Madinah. Saya mengira suasana salat penuh gairah dan riang gembira itu hanya berlangsung di Masjidil Haram.
Salah total. Di Masjid Nabawi, Madinah, suasananya ternyata sama saja. Masjid besar yang di dalamnya ada makam Nabi Muhammad dan Raodah ini juga selalu penuh setiap kali lima waktu salat.
***
SAYA bertanya-tanya, dari mana gerangan ratusan ribu orang yang selalu jalan-jalan tergopoh-gopoh menuju dua masjid itu? "Warga lokal hanya 10 persen saja," begitu kata seorang warga Indonesia yang bermukim di Saudi sejak tahun 1970-an.
Warga Mekkah atau Madinah melaksanakan salat lima waktu di dekat kediamanan mereka. Sedangkan jammah yang tiap salat lima waktu merupakan pendatang.
Mereka datang dari mana seluruh penjuru dunia. Pakistan, India, Malaysia, Indonesia, dan China merupakan jamaah terbesar. Tentu saja juga warga negara-negara Timur Tengah, Afrika, sebagian kecil Eropa, dan Amerika Serikat.
Melihat gairah salat di Masjidil Haram dan Masjid Nabawi, saya mendapat kesan kuat betapa "bangsa Muslim" ini sangat kuat, betapa mereka dipersatukan oleh roh persaudaraan Islam, roh yang menghancurkan sekat-sekat negara maupun suku.
Sayang sekali bahwa persatuan Islam itu hanya soal ibadah. Di luar itu, persatuan seperti hanya mimpi. Setidaknya sekarang.***
Laporan Haji dan Umroh
Artikel ini juga dimuat di tribun-timur.com dan Tribun Timur edisi cetak.
Seperti Id 5 Kali Sehari
KAMI beruntung tinggal di hotel yang amat dekat dengan Masjidil Haram di Mekkah dan Masjid Nabawi di Madinah. Boleh dibilang, hotel itu bersebelahan saja dengan masjid. Dengan begitu kami bisa leluasa salat lima waktu di sana.
Kita mulai dengan Masjidil Haram. Di tengah-tengah lingkaran masjid ini berdiri kokok Kakbah, kiblatnya umat Islam di seluruh dunia.
Karena Kakbah ini kiblat, maka jamaah salat mengelilingi Kakbah. Inilah satu-satunya tempat salat di dunia di mana jamaah bisa saling berhadap-hadapan saat melaksanakan salat.
Di masjid manapun, imam selalu berdiri di depan jamaah. Namanya juga imam, pemimpin. Tapi di Masjidil Haram, jamaah bisa berdiri sejajar dengan imam. Bahkan bisa berdiri di depan iman, di seberang lain Kakbah.
Imam Masjidil Haram memimpin salat dari sisi Kakbah yang berhadapan langsung dengan Hajar Aswad. Didampingi beberapa orang, imam berdiri di bangunan masjid.
Setiap kali memimpin salat, imam selalu dijaga tentara. Ini untuk melindungi imam karena sering sekali diserbu jamaah hanya untuk mencium tangan Pak Imam.
Di depan Pak Imam, tidak boleh ada jamaah yang melaksanakan salat. Arah pandangan imam harus langsung berhadap-hadapan dengan Kakbah. Inilah tugas lain tentara kerajaan yang mengamankan jalannya salat di Masjidil Haram.
Umat Islam yang melaksanakan tawaf (haji maupun umroh) berjalan mengelilingi Kakbah. Saat berjalan, Kakbah di sisi kiri. Ketika imam memimpin salat sunat seperti tarwih, misalnya, jamaah yang mau tetap bisa melaksanakan tawaf. Begitu masuk salat wajid, tawaf berhenti total.
Tawaf selalu ramai bukan saja oleh jamaah yang umroh atau haji (mereka yang berpakaian ihram). Tawaf juga dilakukan jamaah lain, dengan pakaian biasa (bukan pakaian ihram).
Luas area tawaf ini lebih besar dari Lapangan Karebosi. Jamaah yang tawaf bisa mencapai 40-50 ribu orang. Terus, masjid yang mengelingi Kakbah menampung ratusan ribu lagi. Masjid terdiri atas tiga lantai. Ratusan ribu lainnya ditampung di area terbuka di luar masjid. Total general, Masjidil Haram mampu menampung sekaligus 700 ribu jamaah!
Setiap waktu salat selama kunjungan kami di awal ramadan selalu penuh. Bila hendak mendapat tempat salat yang baik, jamaah harus datang dua jam sebelumnya. Bila datang setengah jam sebelumnya, siap-siaplah salat di tempat yang panas atau tidak sesuai harapan.
Luar biasa. Lima kali sehari, suasana salat wajib di Masjidil Haram, melebihi meriahnya salat Id di Karebosi. Jadi setiap hari, salat dengan jumlah jamaah yang berkali-kali lipat dari jumlah jamaah salat di Karebosi, berlangsung lima kali.
Bayangkanlah. Dua jam sebelum masuk waktu salat, jamaah sudah berbondong-bondong masuk masjid dari segala penjuru mata angin. Mereka berjalan kaki menuju masjid, dibawa siraman cahaya matahari di atas 40 derajat Celcius atau hawa panas, dengan suasana riang gembira mirip kita di Tanah Air yang berbondong-bondong ke lokasi salat Id.
Di Indonesia, suasana riang gembira ke lokasi salat di luar rumah ini hanya berlangsung dua kali setahun, yakni saat Idul Fitri maupun Idul Adha. Di Masjidil Haram, suasana meriah dan girang ala Idul Fitri itu berlangsung lima kali sehari atau 1.825 kali setahun.
Setiap akhir salat wajib pasti ada salat jenazah. Jamaah rata-rata menggelar salat sunat minimal sekali sebelum atau sesudah salat wajib. Ramai benar.
***
BERSAMA rombongan Wapres Jusuf Kalla, kami melaksanakan umrah, masuk dari Jeddah. Ini salah satu kota industri dan pelabuhan laut terpenting di Saudi.
Dari Jeddah, kota yang dihiasi gedung-gedung pencakar langit dan terletak di tepi Laut Merah, kami masuk Mekkah melalui jalan darat sekitar satu jam sebelum ke Madinah. Saya mengira suasana salat penuh gairah dan riang gembira itu hanya berlangsung di Masjidil Haram.
Salah total. Di Masjid Nabawi, Madinah, suasananya ternyata sama saja. Masjid besar yang di dalamnya ada makam Nabi Muhammad dan Raodah ini juga selalu penuh setiap kali lima waktu salat.
***
SAYA bertanya-tanya, dari mana gerangan ratusan ribu orang yang selalu jalan-jalan tergopoh-gopoh menuju dua masjid itu? "Warga lokal hanya 10 persen saja," begitu kata seorang warga Indonesia yang bermukim di Saudi sejak tahun 1970-an.
Warga Mekkah atau Madinah melaksanakan salat lima waktu di dekat kediamanan mereka. Sedangkan jammah yang tiap salat lima waktu merupakan pendatang.
Mereka datang dari mana seluruh penjuru dunia. Pakistan, India, Malaysia, Indonesia, dan China merupakan jamaah terbesar. Tentu saja juga warga negara-negara Timur Tengah, Afrika, sebagian kecil Eropa, dan Amerika Serikat.
Melihat gairah salat di Masjidil Haram dan Masjid Nabawi, saya mendapat kesan kuat betapa "bangsa Muslim" ini sangat kuat, betapa mereka dipersatukan oleh roh persaudaraan Islam, roh yang menghancurkan sekat-sekat negara maupun suku.
Sayang sekali bahwa persatuan Islam itu hanya soal ibadah. Di luar itu, persatuan seperti hanya mimpi. Setidaknya sekarang.***
Laporan Haji dan Umroh
No comments:
Post a Comment