Monday, December 5, 2011

Serial Jepang yang Bukan Indonesia

Jepang yang Berbeda dari Indonesia

Wanita Ogah Hamil, Ada Sekolah Anjing

PARA wanita Jepang tadinya punya siklus berikut: lahir, besar, lulus perguruan tinggi, menikah, berhenti kerja dan mengurus anak.

Bukannya wanita tidak ingin berkarier. Masalahnya adalah setelah melahirkan, gaji mereka --bahkan yang bekerja di bank-- tidak cukup untuk membayar baby sitter. Boleh dititip ke tempat penitipan bayi tapi setelah usianya di atas dua tahun.

Maka, wanita Jepang memilih mengurus anak, membesarkan mereka hingga sukses. Soal berikutnya muncul. Anak-anak yang dibesarkan dengan susah payah itu semakin sukses semakin jauh dari orang tua.

Usia harapan hidup di Jepang sangat tinggi, termasuk salah satu yang tertinggi di dunia. Usia harapan hidup bahkan di atas 80 tahun. Artinya, setelah pensiun sebagai karyawan pada usia 65 tahun, orang tua Jepang masih harus menjalani hidup sekitar 15 tahun dengan menikmati hidup sebagai pensiunan atas biaya pemerintah.

Lama-lama, jumlah pensiunan membengkak, jumlah anggaran pemerintah kian terbatas. Walhasil, jumlah tunjangan pensiunan makin turun.

Lalu, orang-orang tua itu hidup di panti jompo, sementara anak-anak mereka menikmati kesuksesan.

Para wanita bertanya: lalu untuk apa punya anak? Pertanyaan berikut sudah bisa ditebak. Untuk apa menikah? 

Pertanyaan tersebut menemukan jawaban berikut: para wanita ogah menikah, enggan punya anak. Mereka memilih karier.

Itulah yang terjadi di Jepang saat ini. Para wanita lebih senang menghabiskan waktu di kantor, membangun karier, dan hidup mandiri.

Lama-lama, jumlah wanita lajang makin meningkat. Dampak ikutannya, jumlah bayi yang lahir semakin berkurang.

Datanglah ke Tokyo. Sangat jarang kita menemukan wanita hamil atau bayi di tempat-tempat keramaian. Sebagian besar pemandangan adalah para wanita mandiri, yang modis, dan tidak takut ke McD atau resto tengah malam, seorang diri.

Gejala itu mendorong struktur usia penduduk Jepang makin tua. Anak-anak masa depan Jepang makin berkurang jumlahnya. Seperti piramida terbalik.

Setiap tahun, ada saja taman kanak-kanak yang tutup karena kekurangan siswa. Sebaliknya, panti jompo -- yang banyak memperkerjakan warga Indonesia dan Filipina-- semakin bertambah jumlahnya. 

Pemerintah yang risau mendorong para wanita untuk menikah dan punya anak. Stasiun TV didorong untuk menayangkan berita-berita tentang nikmatnya membangun keluarga. Satu keluarga beranak 10 merupakan berita besar bagi TV Jepang.

Sambil himbauan itu belum memperlihatkan hasil, toko-toko anjing, toko pakaian anjing, dan tempat penyewaan anjing seperti Dogy Park di jalan menuju Gunung Fuji tumbuh subur. Bahkan banyak sekolah khusus untuk anjing.

Kenapa begitu? Ya, karena anjing merupakan kawan favorit para wanita lajang Jepang. Alangkah beruntungnya anjing di Jepang.***


Jepang yang Beda dari Indonesia

Kok Pisang Digoreng, Ya?

INDONESIA senang gorengan. Begitu senangnya, buah-buahan seperti pisang pun digoreng. Itulah mengapa supermarket kita dipenuhi minyak goreng.

Kenaikan harga minyak goreng menjadi isu nasional. Menteri bisa jatuh gara-gara salah menangani minyak goreng.

Di Jepang, minyak goreng termasuk barang yang dihindari. Bahkan dijauhi. Ibu-ibu seperti orang aneh manakala kereta belanjaannya dihiasi minyak goreng.

Warga Jepang senang merebus. Atau makan mentah. Sayur, ikan, daging, telur. Semua direbus atau dimakan mentah.

Dengan gaya hidup seperti ini, kolestrol bukan isu di Jepang, kendati menu makanan senantiasa dihiasi udang, cumi-cumi, dan telur rebus.

Pisang goreng membuat warga Jepang sulit memahami. Kok buah-buahan digoreng? Untung, ya, tidak ada mangga goreng.

Di Tokyo, ada restoran khusus kepiting. Namanya Restoran Kanidoraku. Sajiannya, sesuai namanya, kepiting laut dalam berbagai variasi menu.

Hampir pasti, restoran seperti ini sulit berkembang di Indonesia. Semua orang berduit dibelit masalah kolesterol. Kira-kira sama susahnya dengan restoran cumi-cumi. Pasti cepat bangkrut.

Restoran Kanidoraku menyajikan tiga jenis kepiting rebus sebagai menu pembuka. Ada rajungan, ada juga kepiting bulu.

Selanjutnya, kepiting mentah. Terasa nikmat setelah dicelup di kecap manis, "sambal" utamanya orang Jepang.

Tentu saja ada sushi kepiting. Daging kepiting mentah diletakan di atas nasi ala lemper yang di tengahnya terdapat lembaran agar-agar.

Berikutnya sop kepiting, sayur bening kepiting, dan kue kepiting. Minumannya teh hijau tanpa gula. Minuman penutupnya es krim yang dicampur teh hijau.

Teh hijau dan agar-agar merupakan rahasia kesehatan orang Jepang. Bukan cuma kolesterol yang tidak menjadi masalah bagi orang Jepang. 

Dua sajian itu diyakini juga sebagai rahasia di balik tubuh langsing orang Jepang. Jarang sekali menemukan orang gemuk di Negeri Matahari Terbit ini.***

Jepang yang Berbeda dari Indonesia

Pusing Jika Harus Membuang TV

JEPANG adalah pelopor di bidang industri elektronik. TV, kulkas, radio, dan AC banyak ditemukan menghiasi rumah-rumah di seluruh dunia, termasuk di Indonesia.

Bagi warga Jepang sendiri, setiap inovasi pada barang-barang elektronik itu selalu memunculkan masalah baru. Mereka tentu saja sanggup membeli TV layar datar baru untuk mengganti TV tabung yang jadul, tapi di mana menyimpan TV lama?

Di Tokyo, pemilih rumah hanya orang sangat kaya. Kebanyakan warga hidup di apartemen yang sempit. Setiap perabot baru menambah sempit ruangan yang memang sudah sempit. Jadi kalau harus membeli TV baru, TV lama harus disingkirkan.

Di Jepang, ini soal pelik. Setiap membuang sampah yang ukurannya lebih dari 30 sentimeter harus berurusan dengan pemerintah. Urusan membuang TV tidak gratis. Harus bayar dan bayarannya pun sangat mahal.

Begitu mahalnya sehingga warga Jepang lebih senang memberikan TV itu kepada yang membutuhkan ketimbang membayar ongkos angkut sampah.

Pelajar Indonesia sering beruntung. Kata seorang pemandu wisata, mereka cukup menunggu dua-tiga bulan, kebutuhan barang-barang elektronik bekas seperti TV, kulkas, AC, hingga microwave segera terpenuhi. Semua gratis, pemberian keluarga Jepang yang antre menunggu "penadah" barang-barang bekas mereka.***















--

TRIBUNnews.com
www.tribun-timur.com
www.tribun-medan.com

Dahlan Dahi
dahlandahi.blogspot.com
facebook.com/dahlan.dahi
twitter.com/dahlandahi

No comments:

Post a Comment

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...