Seorang kawan, seorang pengusaha, seorang politisi.
Komplit. Dia tahu banyak cerita. Perspektifnya pun kaya. Ya pengusaha ya politisi.
Banyak dia bercerita soal bangsa ini tapi satu saja yang mencuri perhatianku: tentang bawang putih.
Mengapa bawang putih bisa langka di negeri yang subur ini?
Boleh percaya boleh tidak. Inilah ceritanya.
Negara asing, kata dia, ingin masuk pasar bawang putih di Indonesia.
Rintangannya adalah harga bawang putih yang murah. Rugi dia kalau membawa si putih dari luar negeri.
Maka, setelah berkongsi dengan pejabat Indonesia, dia masukan bawang putih sebanyak-banyaknya. Pasar dibanjiri.
Harganya dipatok murah, katakanlah, Rp 5 ribu per kilo.
Pada fase ini, target si asing bukan laba. Inilah tujuan strategisnya: menghancurkan petani bawang putih tradisional. Kalau harga cuma Rp 5 ribu, terus bagaimana petani bisa makan?
Pelan-pelan, petani tidak lagi menanam bawang putih.
Pada saat yang sama, si asing menahan pasokan ke pasar. Simpan saja dulu sebentar di gudang.
Ketika pasokan berkurang, teori ekonomi bekerja: barang langka harga naik.
Pada saat harga naik, petani tradisional tidak bisa seketika menanam dan memanen.
Ada periode beberapa lama bagi spekulan asing --yang bekerja sama dengan pejabat berdasi-- untuk memanen keuntungan berlimpah.
Begitulah. Masuk akal alur strateginya.
Walau, tentu saja, agar "teori konspiratif" ini kuat, dia membutuhkan landasan fakta-fakta empiris.
Katakanlah teori ini benar. Berarti strategi yang sama bisa menjelaskan bagaimana hancurnya industri garmen dalam negeri di tengah serbuan barang Korea dan China.
Ini juga bisa menjelaskan bagaimana jeruk impor menguasai supermarket dan penjual kaki lima di pinggir jalan.
Teorinya sederhana saja. Jual murah dulu. Hancurkan daya sayang pelaku ekonomi dalam negeri. Kuasai pasar. Dikte harga.
Sekian.
Dahlan Dahi
dahlandahi.com
TRIBUNnews.com
No comments:
Post a Comment