17 Maret 2003
Kabar sebelum perang
ALBERT Cooper mengirim email lagi. Pada surat elektroniknya 9 Maret lalu, pria Amerika berusia 50 tahun dan kini masih bertahan di Baghdad sebagai aktivis human shields itu mengabarkan, “Tidak ada lagi tempat yang aman…” Kali ini, lewat emailnya yang dikirim ke beberapa temannya, termasuk kepada saya, yang saat itu berada di Amman, Jordania, Cooper bercerita tentang gadis-gadis Irak yang berdemonstrasi, rakyat yang ramah, dan seekor semut yang berhadapan dengan kekuatan raksasa. Serangan AS ke Irak dilukiskannnya sebagai “serangan orang gila pada orang-orang yang tidak berdaya.”
“Tidak akan ada orang Kristen yang berdoa kepada Tuhan untuk menolong mereka membunuh rakyat dimana saya kini hidup di tengah-tengah mereka,” kata Copper, seorang Kristen yang menggemari Budha.
Dia menulis surat, ketika Presiden Bush memberi deadline 24 jam untuk jalan damai terakhir di PBB dan memerintahkan seluruh staf tim inspeksi senjata PBB dan para diplomat meninggalkan Baghdad. Perang semakin dekat. Dan Cooper, bersama 100 aktivis perisai hidup lainnya dari berbagai negara, masih bertahan di Baghdad. Masih banyak lagi yang ingin bergabung, tapi kedutaan Irak di Amman tidak lagi memberikan “visa human shields”. Berikut email Cooper:
SAYA baru pulang dari demonstrasi besar (15 Maret di Baghdad. Beberapa kota di dunia juga menggelar demonstrasi anti perang). Saya mengambil gambar dan mengamati. Ini seperti parade kegembiraan untuk sebagian besar orang, saya percaya. Mereka tahu bahwa tidak ada demonstrasi, bahkan jika diikuti sekitar 20.000 orang seperti di Baghdad ini, yang akan menghentikan ambisi mereka yang ingin menyerang Irak.
Kami (human shields) sungguh baru merasa ada di sini, menjalani kehidupan. Pemerintah Irak memberi saya visa untuk datang ke sini dan saya telah mampu menjadi turis, tukang belanja, demonstran, atau berjalan kemanapun saya suka.
Seperti di banyak negara, saya menghabiskan setengah hari hanya untuk melihat bagaimana jalan-jalan utama, menengok kehidupan di toko-toko, dan mencari orang-orang miskin di jalan-jalan untuk menyaksikan kehidupan sederhana kaum miskin.
Semua orang begitu menarik. Saya belajar salam-salam sederhana dalam bahasa Arab dan, mengucapkan dengan tersenyum, dan orang-orang akan membalasnya dengan senyum dan hati yang terbuka, setiap saat –bahkan dari polisi atau tentara. Rakyat yang ramah, keramahan yang tidak dibuat-buat.
Demonstrasi itu diikuti banyak orang tua, tampak senang terlibat dalam kegiatan sosial. Mereka bersenjata. Tapi bahkan saya merasa dilindungi oleh mereka. Orang-orang itu tidak agresif. Mereka berhati-hati dan menghormati semua orang di sekitar mereka.
Ada juga rombongan anak-anak sekolah. Gadis-gadis, yang mau difoto atau dishooting kamera, menampilkan wajah mereka, pemandangan yang tidak biasa di jalan-jalan. Menarik melihat wajah gadis-gadis di jalanan. Mereka, juga, ketika berbicara sangat terbuka dan menolong. Orang-orang tidak khawatir pada yang lainnya di sini! Tidak ada yang bersikap kasar.
Amerika, negara saya, ingin menyerang dan membunuh rakyat Irak. Rakyat Irak tidak mengerti mengapa orang lain begitu kasar dan keras untuk merampas minyak hasil bumi mereka. Membuat frustrasi dan sebenarnya tak bisa dipercaya. Sulit menyakinkan orang lain untuk sesuatu yang kita sendiri tidak percaya.
So, roda kehidupan berputar, dan saya melumat es krim yang enak. Seorang anak gadis SMA menolong seorang kawan dan kami bercakap. Begitu saya menyerahkan dompet berisi dinar Irak dan menyerahkan pada gadis itu, dia menjelaskan kepada saya berapa banyak saya harus membayar, merapikan kembali lembaran-lembaran dinar, memasukannya ke dompet saya, sebelum dompet itu diserahkan pada saya. Saya sungguh menyaksikan keramahan yang begitu tulus dan sederhana.
Dan, benar. Ketika saya membeli roti kepada seorang anak (yang harganya cuma 3 sen dolar), saya merasakan betapa baik mereka. Seorang anak berlari mengejar saya dan menyerahkan kembali 100 dinar kepada saya. Saya melihat penjual itu. Saya melihat rambut abu-abu, badan yang dibungkus pakaian militer sederhana, tersenyum, menyerahkan dinar Irak, dan mengatakan “untuk Anda.”
Saya mewakili harapan bahwa bom-bom itu, yang mungkin akan menghancurkan masyarakat dan membunuh rakyat, tidak akan jatuh seperti magis untuk membunuh orang-orang sederhana dan memelaratkan dunia.
“Terima kasih Anda (human shields) datang ke sini untuk mencoba membagi perasaan dan kemanusiaan….” Saya hanya merasa, saya hanya seekor semut. Jika sebuah kekuatan luar biasa dan orang berbahaya mau membunuh saya dan keluarga saya, saya akan sangat menghargai dan berterima kasih kepada Tuhan atas kehadiran seekor semut yang menolong.
Karena itu kami datang. Barangkali kami bisa menolong menghentikan serangan gila pada orang-orang yang tidak berdaya.
Saya berada di jatungnya kemerdekaan Irak. Dan pemerintah saya berteriak ke seluruh dunia bahwa pemerintah dan militer AS akan melancarkan serang dan membunuh.
Berita bagi kami warga AS adalah apa yang diminta Senator Graham kepada Ashcroft untuk menyatakan human shields sebagai “teroris” atau “musuh perang”. Seekor semut, yang berdoa di antara orang-orang Irak, memohon kepada Tuhan, kepada semua orang dan pemerintah, silakan menghentikan dan menarik tangan Bush. Peace. Tolong. Komunikasikan. Perasaan kasih sayang.
Ini adalah dunia yang gila dimana pemerintahan yang menjadi contoh terbaik bagi demokrasi dan kebebasan, Amerika Serikat, mentransformasikan dirinya sendiri menjadi sumber penderitaan, kesedihan, dan kemiskinan bagi orang-orang di seluruh dunia di luar batas wilayah negara AS.
Dan siapa saya? Seekor semut? Seorang musuh? Human shields dan sebuah suara yang sederhana berkata, “Tolong, lihat saya lebih dekat sebelum kau membunuh saya…” Kami, orang Amerika, takut bahwa kami, sebagai contoh, cinta damai, individu yang penyayang, kini menjadi pendiam dan menghilang.
Militer bersiap siaga untuk mengambil Irak dan pemerintahan militer akan menciduk seluruh orang Amerika dan menahan mereka. Rakyat di Amerika tidak akan mendengar cerita penangkapan itu. Ini adalah ancaman paling nyata dari pemerintahan Amerika terhadap warga negaranya sendiri.
Kami telah membayangkan kemungkinan sebuah skenario. Seperti ini: pekan-pekan sebelum perang, pemerintah AS dan media massa utama akan menyiarkan kebohongan buta dan menyatakan bahwa kami “human shields sedang melawan … atau kami menolak kebebasan sempurna.” Kebohongan itu akan dimunculkan secara paksa dan dipercaya oleh banyak orang.
Mood perang meninggi. AS akan melancarkan serangan kepada “Irak yang bermasalah.” Human shields akan dituduh membuat kegiatan kriminal karena berada di Irak. Dan kemudian, agar human shields bisa menghindari ancaman perang, pemerintah akan setuju membatalkan segala tuntutan dan mengizinkan human shields untuk berkumpul lagi dengan keluarganya.
Skenario selanjutnya, di AS, human shields itu dipaksa berbohong untuk membenarkan kebohongan AS. Fitnahan dipersiapkan. Sekarang sedang bekerja. Amati dan saksikan bagaimana fitnahan itu dibangun. Ingat, kami di sini menerima telepon dari keluarga kami setiap hari. Kami juga memiliki hubungan telepon kemana-mana di dunia ini untuk menelepon keluarga atau berbagai media massa.
Ini menarik dan sangat sederhana. Amerika mengkampanyekan berdiri di pihak “kebenaran” dan “kebebasan”. Jika orang Amerika menuntut kebenaran dan kebebasan, bukan hanya untuk anak-anak kami, tapi juga buat pemerintah kami, kami akan memberi kontribusi kepada dunia bahwa Amerika adalah tempat terbaik bagi setiap orang. Tapi mengebom orang adalah tindakan barbarian kuno. Tidak akan ada orang Kristen yang berdoa kepada Tuhan untuk menolong mereka membunuh rakyat dimana saya kini hidup di tengah-tengah mereka.
Begitu dulu untuk sementara. Terima kasih banyak. Love and, of course, peace. (Dahlan, Laporan dari Amman, Jordania)
* Laporan ini dimuat di harian Surya, Surabaya, dan sejumlah koran daerah Kompas Gramedia yang dikelola Persda. Saya berangkat ke Timur Tengah menjelang Perang Irak atas biaya Persda
Tribun Timur, Makassar
www.tribun-timur.com
Ask the Tribun Timur Editor
dahlandahi.blogspot.com
No comments:
Post a Comment