Friday, April 2, 2010

Pesan dari Gayus Tambunan

Ask the Tribun Timur Editor

Gayus Tambunan, pegawai pajak super kaya itu, memberi pesan yang sangat kuat: ada persekongkolan jahat di republik ini.

Untuk mengurangi pembayaran pajak, lalu menyedotnya ke kantong sendiri, atau mengatur hukuman sesuka hati, kasus Gayus menyingkap sindikat mafia hukum itu: dari polisi, jaksa, hakim.

Di dalam kantornya sendiri, ditjen pajak, ada juga mata rantai mafia pajak. Atasannya, rekan kerjanya.

Kejahatan itu bekerja begitu mulus, sampai kemudian kita tahu: kita membayar pajak untuk dinikmati orang-orang itu buat beli mobil, apartemen, motor Harley Davidson, dan deposito, serta berlibur ke Singapura.

Lalu jalan dibiarkan berlubang. Listrik padam melulu. Dan orang-orang miskin terus menangis.


Saya mengecek SPT saya. Lumayan juga saya menyumbang untuk negara. Lalu saya mendapatkan balasan dari negara berupa birokrasi yang korup, polisi yang korup, petugas pajak yang korup, hakim yang korup, jaksa yang korup, DPR yang korup, dan jalan berlubang, serta listrik yang sering padam.

Busyet: saya mengisi SPT, membayar pajak, dan mengantarkan SPT itu ke kantor pajak. Bila saya tidak mengerjakan apa yang mestinya dikerjakan pegawai pajak itu, bukan pegawai pajak yang harus ditindak, tapi sayalah yang diancam denda. Enak benar kantor pajak.

Negara dengan sistem yang hebat. Saya jadi bertanya-tanya, apakah ketika UU yang mengatur ini semua digodok di DPR dan bekerja begitu mulus tanpa main sogok-sogokan?

Saya belum bisa menjawab pertanyaan itu ketika saya membaca berita di surat kabar: napi mengatur pabrik ekstasi dari dalam tahanan. Bagaimana semua itu bekerja?

Dan, tentu saja, Anda masih ingat Artalyta, yang menikmati fasilitas hotel bintang lima, bukan di rumahnya, tapi di penjara.

Cicak dan Buaya masih ingat, bukan? Dalam kasus itu, seperti kasus Gayus, mata rantai kejahatan itu juga terlihat: oknum ininya, oknum itunya.

Terhadap semua itu, apa yang sudah dilakukan negara? Negara sibuk memadamkan api, tapi tidak pernah memberantas sumber apinya.

Ola la..... Century. Rp 6,7 triliun. Ke mana larinya uang rakyat yang begitu banyak.

Baiklah. Hari sudah larut. Mari menunggu kampanye untuk mendengar pidato berapi-api tentang upaya mengatasi itu semua. Tapi saya tahu, kampanye masih lama. Tahun 2014.

Bung Gayus, selamat. Horas!

Bung Pembayar Pajak, teruslah membayar pajak. Masih banyak Gayus yang lain.


No comments:

Post a Comment

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...